Betapa banyak
orang yang mencapai keberhasilan berkat percaya diri meskipun mereka tidak
memiliki gelar. Hamka yang dikenal sebagai ulama, budayawan, sastrawan,
dan sejararawan itu ternyata secara formal hanya pernah
sekolah desa selama tiga tahun. Kemudian
juga ia pernah sekolah agama di Padang Panjang dan Parabek kira-kira tiga
tahun. Beliau tidak pernah terdaftar
sebagai mahasiswa perguruan tinggi manapun. Namun berkat percaya dirinya sangat
kuat, toh akhirnya menjadi orang yang sukses. Beliau malah menjadi dosen tidak
tetap di bebeberapa perguruan tinggi
antara lain di PTAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Universitas
Islam Jakarta, Fakultas Hukum dan Filsafat Muhammadiyah Padang Panjang, Universitas
Muslimin/UMI Makasar, dan Universitas Islam Sumatera Utara
Mengingat keluasan wawasan dan
penguasaan berbagai ilmu pengetahuannya, maka beliau dipercaya Pemerintah RI
untuk duduk sebagai Ketua Umum Majelis Ulama/MUI pertama kali pada tahun 1957.
Namun sebelum berakhir masa jabatannya, beliau mengundurkan diri sebagai ketua
umum. Sebab saat itu beliau memiliki pandangan yang berbeda dengan pemerintah
tentang perayaan natal bersama. Beliau selaku Ketua Umum MUI mengeluarkan fatwa
yang mengharamkan umat Islam untuk merayakan Natal bersama.
Ketokohan Hamka tidak saja dikenal
di Indonesia, tetapi juga diakui di Malaysia dan Timur Tengah. Bahkan Tun Abdul
Razaq selaku Perdana Menteri Malaysia saat itu menyatakan bahwa Hamka bukan
hanya milik bangsa Indonesia, tetapi juga menjadi kebanggaan bangsa-bangsa
Asia.
Tidak sedikit karya tulis yang
beliau tinggalkan untuk kita. Karya-karya itu ditulis dengan kesungguhan,
telaten, banyak membaca, berdiskusi, dan tak kenal putus asa. Buku-buku beliau
itu ditulis meliputi bidang-bidang agama, sejarah, kebudayaan, biografi, novel,
filsafat, sastra, dan tasauf. Buku-buku roman dan novel sebagai karyanya antara
lain; Mandi Cahaya di Tanah Suci, Di Lembah Sungai Nil, Di Tepi
Sungai Dajjah, Di Bawah Lindungan
Ka’bah (1938), Tenggelamnya Kapal
van der Wijk (1939), Merantau Ke Deli (1940). Kemudian karya
monumentalnya antara lain adalah Tafsir
Al Azhar (30 juz) yang beliau tulis selama meringkuk di penjara pada masa
rezim Orde Lama (Presiden Soekarno) merupakan tafsir yang sampai kini menjadi
rujukan para ulama, cendekiawan, atau umat Islam pada umumnya (Ensiklopedi
Muhammadiyah, 2005).
Kesuksesan seseorang, kecuali perlu
adanya percaya diri, juga perlu keberanian/sourage.
Yakni keberanian bertindak apapun resiko yang menghadangnya. Ya, secara
sederhana dapat dikatakan bahwa orang yang memiliki rasa percaya diri yang kuat
akan berprinsip “Lebih baik berbuat meskipun kurang/salah dari pada merasa
benar/baik tetapi diam. Sebab diam itu tidak akan mampu merubah. Orang yang membeo
selamanya tidak berani bertindak dan takut berbeda dengan sikap orang lain.
Dale Carniege seorang penulis
terkenal itu juga mulanya hidup dalam kemiskinan. Ia sebagai guru di
Warrensburg pernah tak kuat membayar uang asrama saking melaratnya. Maka dengan
kepercayaan diri yang kuat, dia berkarir sebagai wiraniaga sebuah kursus jarak
jauh di Denver. Dua tahun kemudian, dia menjadi wiraniaga Armour & Company
di Omaha yang bertugas melakukan penjualan di wilayah Dakota Selatan. Dengan
ketekunan dan antusiasnya yang tinggi, dia menjadi wiraniaga yang terkemuka di
perusahaan yang memproduksi makanan itu.
Ibunya semula berkeinginan agar Dale
besok menjadi pendeta, misionaris, atau guru sekolah. Namun ternyata Dale sejak
kecil bercita-cita ingin menjadi aktor, orator, atau penulis novel yang
terkenal. Untuk mewujudkan cita-cita inilah kemudian dia memutuskan diri untuk
pergi ke New York dan masuk ke American Academic of Dramatic Art.
Pada tahun 1912, dia ingin mengubah
jalan hidupnya dari wiraniaga otomotif di Packard truck lalu kepingin hidup
untuk menulis dan menulis untuk hidup. Di New York, dia rela hidup menderita,
hidup di daerah kumuh, makanan kotor, dan kamarnya penuh kecoak. Namun
demikian, Carniege memiliki potensi diri yang tidak dimiliki orang lain. Dia
menyadari bahwa dirinya memiliki potensi untuk berkembang, terutama setelah
direnungkan bahwa ia pernah menjadi juara debat di kampusnya. Ia juga pernah
membimbing dua mahasiswa yang kemudian mahasiswa ini berhasil menjuarai lomba
pidato dan deklamasi di kampus yang sama. Maka di kota ini, ia membuka kursus
pidato yang bernama Public Speaking for Busines. Dari lembaga ini, beliau
memiliki modal lumayan lalu mendirikan Dale Carnieges Institute pada tahun
1922. Mulai tahun itu, Dale semakin sibuk. Pada malam hari, ia mengajar dan
pagi hari ia menulis buku. Ketekunan menulis memang luar biasa dan semakin
banyak buku-buku yang dihasilkannya. Buku karyanya yang berjudul How to Win Friends and Influence People (1936) merupakan salah satu bukunya
yang selama puluhan tahun menduduki papan atas sebagai buku best seller dunia saat itu. Royalti yang
diterima pertama kali dari hasil penjualan buku itu berjumlah 90.000 dolar AS
saat itu. Luar biasa memang. Bahkan Carniege sendiri kaget dan tidak menduga
bahwa bukunya itu bisa menjadi magnit
yang menarik pembaca dan royalti yang diterimanya luar biasa banyaknya.. Maka
ada benarnya orang yang mengatakan bahwa orang yang tak pernah mau mencoba,
selamanya tidak akan tau potensi dirinya.
Buku terlaris kedua berjudul How to Stop Warning and Start Living
(1948) konon telah terjual 4 juta ekemplar.Buku-bukunya juga telah
diterjemahkan ke berbagai bahasa. Bahkan Dale Carniege Training sebagai lembaga
pelatihan peningkatan SDM itu telah merambah ke sekitar 70 negara saat ini.
Dale Carniege berhasil menjadi
penulis terkenal antara lain karena memiliki rasa percaya diri atas kemampuan
diri dan berusaha untuk mengembangkan potensi diri.Tekadnya “Hidup untuk
menulis dan menulis untuk hidup” yang
dicetuskannya pada tahun 1912 ternyata menjadi kenyataan. Untuk merealisir
impian ini, ia memang belajar jurnalistik di Columbia University of Journalisme
(1913) dan kursus sejenis di New York University (1914).
Dengan keberhasilannya sebagai
penulis ini, Dale Carineige termasuk dalam daftar 100 orang yang paling
berpengaruh dalam sejarah Amerika. Ia sesungguhnya telah membuat keputusan yang
mendasar yakni melakukan sesuatu yang diyakininya sesuai dengan minat, bakat,
dan kemampuannya. Keputusan ini bukan sekedar memenuhi kebutuhan jasmaniah,
tetapi cenderung pada pemenuhan kebutuhan kepuasan rohaniah.
Keputusan yang telah menjadi kontrak
batinnya itu direalisir dengan antuisiasisme yang tinggi. Ia berani menghadapi
resiko tinggi dan tidak mudah putus asa/nglokro
ketika novel pertamanya ditolak beberapa penerbit. Justru ditolak dan ditolak
inilah yang memicu dan memacu Dale untuk terus berusaha untuk menulis dan
menulis lagi. Ia belajar sungguh-sungguh dari rekan sekampungnya yakni Abraham
Lincoln yang menyatakan :”Tidak penting berapa kali anda gagal, tetapi yang penting adalah berapa
kali anda bangkit:”. Kegagalan adalah sukses tertunda merupakan kenyataan
selama orang itu mau berusaha. Putus asa sama dengan bunuh diri sebelum maju
perang.
Lasa Hs- UMY
0 Komentar