PENDAHULUAN
Buku
sebagai media rekam ilmu pengetahuan berkembang seirama dengan perkembangan
ilmu pengetahuan. Melalui rekaman ini, ilmu pengetahuan terdokumentasikan,
menyebar lebih luas, dan memiliki keawetan. Namun demikian
perkembangan perbukuan kita belum signifikan dengan perkembangan pendidikan
kita. Hal ini sangat mungkin karena rendahnya tradisi penulisan kita.
Melalui
penulisan buku, sebenarnya dapat dilakukan kegiatan penyimpanan dan
pengembangan ilmu pengetahuan. Melalui penulisan, seseorang mampu
mengekspresikan diri, mampu bersaing secara terbuka, memberikan manfaat kepada
sesama, dan mengabadikan diri dalam perjalanan hidupnya.
Penulisan
buku dan tradisi penulisan memang masih rendah di kalangan intelektual,
profesional, dan masyarakat pada umumnya. Penulisan memang telah ditradisikan
dalam kehidupan akademik. Namun tradisi ini seolah-olah beban berat dan
kewajiban tersendiri. Selepas dari ikatan akademik, mereka merasa terbebas dari
penjara penulisan. Akhirnya tidak tumbuh kesadaran untuk pengembangan ilmu
pengetahuan melalui penulisan buku maupun artikel.
Terdapat
beberapa kemungkinan rendahnya penulisan buku di kalangan intelektual. Mungkin
mereka kurang percaya diri terhadap hasil pemikiran sendiri. Kadang mereka
beralasan karena kesibukan diri, takut dikritik, takut dicemooh, dan takut tidak
diterima oleh penerbit maupun redaksi majalah/jurnal.
Selama
ini, tidak sedikit orang yang kepingin menulis. Keinginan ini tidak ditunjang
dengan motivasi tinggi, disiplin, ulet, telaten, dan tidak mau bekerja keras.
Akhirnya keinginan menulis buku hanyalah
khayalan belaka.
Menulis
buku sebenarnya dapat dipelajari asal ada kemauan kuat dan berani mencoba.
Memelajari segudang teori penulisan buku memang baik. Namun tanpa adanya
keberanian mencoba, maka teori itu hanyalah wacana. Belajar, berlatih, dan
berani mencoba merupakan salah satu cara untuk maju. Albert Einstein mengatakan
:”Learn from yesterday, hope for
tumorrow. The important things is not stop questioning (belajarlah dari hari kemarin, berharap untuk
hari esok. Yang penting jangan pernah berhenti bertanya).
Mencoba dan mencoba,
semangat, disiplin, tak kenal menyerah merupakan kiat-kiat untuk bisa menulis
dan menjadi penulis. Barbara Sher seorang penulis ulung menasehatkan: “You can learn new things at any time in your
life. If you’re willing to be beginner.
If you actually learn to like beginner, the whole wolds opens up to you”.
(Anda bisa memelajari sesuatu yang baru kapan saja asalkan berpikir sebagai
pemula. Jika anda benar-benar mau belajar seperti pemula, maka dunia akan terbuka
bagi anda).
Menulis
adalah proses berpikir jangka panjang. Dalam jangka waktu tertentu, kagiatan
menulis telah memaksa orang untuk merenung dan memusatkan perhatian lebih
panjang terhadap suatu masalah.
Mungkin
malas berpikir inilah yang menyebabkan rendahnya penulisan buku dalam
masyarakat kita. Memang sering orang itu malas berpikir dan cenderung mencari
jalan pintas dalam menghadapi sesuatu. Thomas Alva Eddison menyatakan:”Five percent of the people think, ten percent
of the people think they think, and the other eighty five percent would rather die than think/hanya
lima persen manusia yang berpikir, hanya sepuluh persen manusia merasa bahwa
dirinya telah berpikir, dan yang delapan puluh lima persen memilih mati
daripada berpikir.
Penulisan
Buku
Dunia penulisan buku bukanlah
dunia yang menakutkan. Siapapun berkesempatan dan dipersilahkan masuk ke dunia
ini.Di sana tidak ada misteri dan tidak ada hal-hal yang menakutkan, alias
bukan dunia lain yakni dunia yang hanya dihuni oleh makhluk tertentu.
Kesempatan ini terbuka kepada siapapun dengan maraknya
penerbit, melimpahnya sumber informasi (media cetak, media elektronik),
perkembangan ilmu pengetahuan, dan kebebasan penuangan ide.
Fenomena
Penulisan Buku
Konon, pada masa dahulu buku
dianggap sebagai barang mewah, sehingga hanya orang-orang tertentu yang
memilikinya. Demikian pula dulu kepandaian menulis hanya dimiliki oleh para
pujangga, pencipta tembang, penulis hikayat, penulis pantun, dan lainnya.
Kini buku dan
kemahiran menulis dapat dimiliki oleh siapapun. Bahkan tradisi penulisan buku
semakin berkembang sesuai dinamika masyarakatnya. Katanya kemajuan suatu bangsa
itu berbanding lurus dengan kedekatan bangsa itu pada buku. Oleh karena itu maju mundurnya suatu bangsa dipengaruhi
oleh kualitas dan kuantitas buku yang dihasilkannya.
Dengan
kondisi seperti ini sebenarnya peluang menulis buku terbuka lebar bagi setiap
orang dalam berbagai bidang. Apalagi profesi sebagai penulis buku di negeri ini
jarang yang menekuninya. Peluang ini juga didukung dengan maraknya
penyelenggaraan pendidikan kita.
Namun
demikian, fakta menunjukkan bahwa
penulisan buku di negeri yang kaya sumber daya alam ini ternyata masih rendah
bila dibanding dengan negara-negara maju. Bahkan di tingkat Asia Tenggara saja,
Indonesia menempat urutan bontot dalm hal penulisan dan penerbitan buku.
Nampaknya
menulis buku atau penulisan dalam
masyarakat masih terdapat beberapa anggapan bahwa menulis itu menakutkan,
bakat, cuma mengoplos, perang ide, seni, bahkan menulis itu sebagai profesi.
Tetapi sebenarnya menulis itu dapat dipelajari asal mau berlatih, memiliki
motivasi tinggi, disiplin, ulet, telaten, dan tidak mudah putus asa.
Menakutkan
Banyak
orang yang ingin menulis tetapi
jarang yang mau menulis. Kemauan
menulis sangat memengaruhi karir dan pengembangan diri seseorang. Kemauan
adalah dorongan dalam diri seseorang untuk berbuat meskipun terdapat beberapa
hal yang menakutkan atau yang menghalanginya.
Sebagian
besar orang termasuk para intelektual beranggapan bahwa menulis buku itu
merupakan dunia yang misterius, menyeramkan, dan menakutkan sehingga untuk
memasukinya perlu keberanian tersendiri. Mereka takut jangan-jangan naskahnya
ditolak penerbit. Kadang mereka terbayang-bayang jangan-jangan apa yang ditulis
itu banyak salahnya. Ada lagi diantra mereka yang takut ketahuan kedangkalan
ilmunya.Bahkan ada yang khawatir jangan-jangan nanti bukunya dibajak. Padahal
menulis saja belum.
Ketakutan
harus dilawan dengan berusaha menaklukkan ketakutan itu sendiri. Orang yang takut
berenang misalnya, maka harus diceburkan ke air agar berani berrenang. Dengan
demikian mereka akan berusaha untuk bisa renang.
Demikian
halnya dengan penulisan buku. Jika ingin menjadi penulis buku atau bisa
menulis, maka harus bisa melawan ketakutan itu. Sebab memang para penulis
profesional itu pada mulanya juga memiliki pengalaman yang salah satunya adalah
kekhawatiran bahwa karyanya itu dianggap jelek. Kemudian dengan optimisme yang
tinggi dan keberanian, mereka akhirnya berhasl menjadi penulis
Bakat
Memang
ada pendapat bahwa menulis itu bakat.Mereka berasumsi bahwa kalau orang yang
tidak mempunyai bakat, maka dipaksakan seperti apapun, maka tak akan bisa
menulis. Demikian pula dengan seni. Para seniman itu memang semula tidak memiliki
kemampuan seni. Namun karena bakat dan terus mengembangkannya maka orang itu menemukan jati
dirinya sebagai seniman.
Penulis-penulis
berbakat mendasarkan tulisan mereka pada
datangnya ide dan inspirasi yang kuat. Bagi orang seperti ini, menulis tidak
banyak memerlukan waktu. Ia hanya menantikan ide sampai datangya perasaan untuk
bisa menulis. Sejalan dengan itu, Hainston mengemukakan teori sentuhan magis/magic touch theory. Yakni teori yang
menyatakan bahwa seorang penulis menggerakkan tangannya untuk menulis karena
adanya sentuhan magis yang datang tiba-tiba (Kusniawan, 2004: 28).
Seni
Proses
penulisan memang sangat pribadi, karena penulisan ini hanya dapat dilakukan
secara pribadi oleh seseorang. Hasil tulisan itu mencerminkan kepribadian,
pikiran, dan emosi penulis. Dalam praktik penulisan tentunya tidak ada setengah
kelimat ditulis oleh seseorang, lalu kalimat berikutnya ditulis oleh orang
lain.Hal ini sama halnya dengan lukisan seseorang. Apabila seseorang melukis
kepala dan leher manusia dan yang lain melukis tangan dan kakinya misalnya.
Maka lukisan semacam ini tidak akan menjadi karya seni yang indah, karena tidak
mewakili ”dunia dalam” pelukisnya.
Tulisan yang berupa
susunan kata, kalimat, dan alinea itu merupakan karya emosional seseorang.
Penulis secara pribadi dengan perasaan seni memilih kata, menyusun kalimat,
merangkai kalimat, dan memilih tema. Dari proses ini setiap penulis memiliki
gaya penulisan, pengungkapan, dan
penyusunan kalimat berbeda satu dengan yang lain. Dengan kata lain setiap
penulis memiliki gaya tersendiri dan itu merupakan ciri masing-masing. Tentang
penulisan ini, Claude Levi-Strauss (Antropolog Perancis) menyatakan bahwa
tulisan merupakan ciptaan ajaib yang pengembangannya membawa manusia pada suatu
kesadaran yang lebih besar untuk mengatur masa sekarang dan masa depan (The
Liang Gie, 1992: 9).
Proses
penulisan memerlukan kreatifitas dan harus memiliki naluri bahasa yang kuat,
lincah, dan efektif. Kemahiran memilih kata dan merangkai kalimat inilah
merupakan seni tersendiri. Dalam pengungkapan pemikiran ini memerlukan instuisi
yang tinggi di samping kekuatan menulis sesuaai inspirasi yang muncul. Maka
menulis itu merupakan dunia kerja yang menuntut banyak rasa sepi.
Bukan
mengoplos
Kadang orang meremehkan dunia
penulisan yang dianggap hanya model copy
paste atau mengoplos ide orang lain. Menulis kata mereka sama dengan
mengoplos oli dengan minyak tanah. Oplosan itu menghasilkan oli murahan.
Menulis
yang benar bukan sekedar mengoplos ide dan pemikiran orang lain. Menulis
merupakan ekspresi diri secara total yang dalam prosesnya memerlukan ilmu
pengetahuan, teori, pelatihan, renungan yang dalam, analisis yang tajam, dan
menuntut berbagai kecerdasan antara lain kecerdasan kata/word smart. Yakni kecerdasan untuk memilih kata dan merangkai kalimat
yang mampu melahirkan ekspresi jiwa dan berpengaruh kuat pada pembaca. Maka tulisan yang
baik adalah tulisan yang mendorong orang lain untuk berbuat.
Kiranya
tidak bisa dipungkiri bahwa dalam penulisan ilmiah terjadi kutip mengutip dan
sitir menyitir dan hak ini merupakan kewajaran. Pola sitiran ini akan
menggambarkan adanya hubungan antara sebagian artikel yang disitir dengan
artikel yang menyitir. Pola pengutipan dan penyitiran ini akan mengandung
obyektivitas dan manfaat antara lain:
- Menjunjung etika
keilmuan
- Adanya pengakuan
atas prestasi orang lain
- Membantu pembaca
dalam penemuan sumber informasi yang diperlukan
- Mengenal metode,
teori, hasil penelitian yang pernah ditemukan orang laina
- Memperoleh latar
belakang masalah yang akan dibahas dalam suatu tulisan ilmiah
- Mengoreksi karya
atau pendapat orang lain atau pendapatnya sendiri
- Membuktikan
keaslian data
- Mengembangkan
pemikiran, ide, maupun hasil penelitian orang lain
Menulis bukan sekedar tatabahasa, ejaan, dan tanda
bahasa. Menulis merupakan proses pengembangan kemampuan berpikir dinamis,
penumbuhan sikap kritis, kemampuan analisis, dan kemampuan membedakan berbagai
hal yang valid dan akurat. Maka menulis bukan sekedar mendemonstrasikan apa
yang diketahui atau hasil bacaan. Maka tidak salah apa yang dikatakan oleh
Francis Bacon seorang filosof Inggris yang juga disebut sebagai Bapak Ilmu
Pengetahuan. Beliau mengatakan :” reading make a full man, conference a ready
man, and writing an exact man”.
Mengasyikkan
Menulis itu menyenangkan dan
mengasyikkan. Sebab melalui tulisan, seseorang bisa mengekspresikan kesumpekan
diri, menyalurkan emosi dan dapat keluar dari tekanan. Disamping itu penulis
memperoleh kebahagiaan karena mampu memberikan sesuatu bahkan pencerahan kepada
orang lain. Maka jarang sekali penulis itu kena stres meskipun berulang kali
mengalami tekanan politik, ekonomi, dan psikologis.
Tulisan
merupakan media untuk mengembangkan pemikiran, ekspresi, dan eksistensi diri.
Melalui tulisan, seorang penulis mampu menyebarkan ide dan pemikiran kepada
masyarakat yang lebih luas. Dengan demikian, penullis sedikit banyak mampu
memengaruhi orang lain untuk bersikap, berpikir, dan bertindak sesuai keinginan
penulis. Hal ini merupakan kepuasan dan keasyikan tersendiri.
Keasyikan
juga dirasakan oleh penulis ketika menlihat bukunya dipajang di toko buku,
pameran buku, di perpustakaan, atau dibaca orang. Bahkan ketika buku dibedah
atau diresensi, penulisnya merasakan kepuasan tersendiri yang mungkin tidak
bisa dirasakan oleh orang lain.
Dapat
dipelajari
Menulis itu dapat dipelajari
asal ada motivasi kuat, disiplin, ulet, tidak mudah putus asa, telaten, dan berani mencoba. Tanpa ini, maka
menulis hanyalah angan-angan belaka. Mereka hanya terbuai oleh khayalan belaka.
Belajar tentang menulis belum tentu bisa menulis apalagi menjadi penulis
profesional. Tetapi praktik langsung manulis, Insya Allah akan bisa menulis. Di
sinilah berlaku sebagai learning by doing.
Motivasi
merupakan modal utama bagi seseorang untuk melakukan kegiatan penulisan
terutama penulisan buku. Yakni dorongan dari diri yang berasal dari lubuk hati
yang paling dalam untuk mencapai tujuan tertentu. Tanpa motivasi yang kuat
memang tidak akan mampu menulis apalagi menjadi penulis yang profesional. Sebab
menulis merupakan kreativitas yang didasarkan pada fungsi berpikir, merasa,
mengindra, dan instuisi. Unsur-unsur ini diperlukan agar orang tidak kehabisan
tema yang akan ditulis.
Kecuali
itu jga diperlukan kedisiplinan dan kemampuan. Kemampuan menulis di sini bukan
berarti bahwa menulis itu bakat. Sebab pada hakekatnya bakat itu sendiri baru
diketahui setelah seseorang berani mencoba dan berlatih terus menerus. Maka
seseorang itu tidak akan pernah mengetahui bakat dan kemampuan diirnya apabila
tidak mau mencoba.
Kreativitas
penulisan buku
Untuk bisa menulis diperlukan
kreativitas tinggi, menciptakan hal-hal baru, pemikiran baru, atau cara baru.
Oleh karena itu penulis harus selalu berpikir untuk menciptakan sesuatu yang
baru atau belum pernah ada. Adapun ciri-ciri orang yang kreatif antara lain;
terdorong untuk berprestasi, optiiis akan berhasil, mandiri, berinisiatif, dan berani menghadapi
kegagalan.
1.
Terdorong untuk berprestasi
Mereka
yang memiliki motivasi tinggi ingin selalu berprestasi. Mereka memacu dirinya
untuk berkompetensi (meskipun dirinya sendiri), berusaha menjadi
terdepan/pertama kali dalam bidang-bidang tertentu. Upaya pencapaian prestasi ini disebut dengan achievement motivation atau needs for achievement.
Motif berprestasi ini
merupakan dorongan untuk menyelesaikan kesukaran, mengatasi kesulitan, dan
berusaha untuk melebihi prestasi orang lain. Oleh karena itu, motif berprestasi
ini dapat dipahami sebagai motif yang mendorong inidividu untuk mencapai
kesuksesan. Kesuksesan tidak harus diukur dengan materi, kedudukan, jabatan,
maupun pangkat. Kesuksesan juga dapat juga diukur dengan ukuran keberhasilan
kompetisi itu sendiri antara lain dapat diukur dengan prestasinya sendiri
sebagai ukuran keunggulan/standard of
excelence
2. Optimis berhasil
Kata Teddy Rooselevelt
(mantan Presiden Amerika Serikat) “Seluruh sumber daya yang anda perlukan itu
sebenarnya telah ada pada diri anda. Anda telah memiliki segala yang diperlukan
untuk menjadi pemenang”. Pesan ini mendorong orang untuk selalu optimis dalam
menghadapi berbagai persoalan hidup. Sebab dalam diri manusia telah disediakan
alat penangkal kegagalan.
Optimis adalah kegigihan
memperjuangkan sasaran. Orang yang optimis tidak akan gentar menghadapi kegagalan
dan tantangan. Sebab dalam pikirannya telah tertanam keyakinan bahwa dalam
setiap kegiatan hanya ada dua pilihan, yakni keberhasilan atau kegagalan. Bila
gagal, dia siap untuk menerima kegagalan dan berusaha untuk bangkit lagi.
Kemudian apabila usaha itu berhasil, maka inilah yang diharapkan dan akan
berusaha mempertahankan keberhasilan itu. Kemudian orang yang memiliki
optimisme tinggi biasanya memiliki kecakapan-kecapakan; tekun dalam mencapai
tujuan, berusaha dengan harapan sukses, dan berpandangan bahwa segala sesuatu
itu pasti ada solusinya. Dengan optimisme yang tinggi, orang bisa mencapai
keberhasilan meskipun tadinya biasa-biasa saja.
3.
Mandiri
Sikap
mandiri merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung pada orang lain
serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. Orang yang kemandirianya
kuat akan memiliki inisiatif, mampu mengatasi kesulitan, percaya diri, dapat
melakukan kegiatan sendirian tanpa bantuan orang lain. Dalam mengatasi
kesulitan ini, Michael Joradan mengingatkan: “obtackles don’t have to stop you. If you run into a wall, don’t
turn around and give up. Figure out how to climb it (adanya tantangan,
janganlah menghentikan langkah anda. Apabila anda menghadapi tembok (kesulitan,
hambatan, kendala dll.) janganlah berputar dan menyerah. Cobalah temukan jalan
keluar sebagaimana anda bisa memanjatnya).
Kemandirian seseorang
dapat dilihat dari aspek emosi, aspek ekonomi, aspek intelektual, dan aspek
sosial (T. Havighurst, 1972). Dari aspek emosi, orang dikatakan mandiri apabila
telah mampu mengontrol emosi diri dan tidak terpancing oleh emosi maupun
kemarahan orang lain. Dia tidak cepat gembira apabila mendapatkan kegembiraan.
Orang ini juga tidak cepat sedih apabila menerima penderitaan. Semua ini
disikapi dengan wajar-wajar saja. Dari sesi ekonomi, orang dapat dikatakan
mandiri apabila tidak lagi menggantungkan kebutuhan ekonominya kepada orang
lain. Orang
ini betul-betul ingin berdiri di atas kekuatan sendiri. Dia tidak ingin merepotkan
orang lain apalagi kalau menjadi benalu orang lain. Orang dikatakan mandiri
secara intelektual apabila betul-betul mampu mengatasi masalah yang
dihadapinya. Dia yakin bahwa setiap persoalan pasti ada jalan keluar dan setiap
masalah pasti ada solusinya. Secara sosial, orang dikatakan mandiri apabila orang
itu mampu mengadakan interaksi dengan orang lain tanpa menunggu aksi dari orang
lain. Orang
yang mandiri akan percaya diri dan mudah bergaul dalam bermasyarakat. Dengan
modal ini orang akan dikenal masyarakat secara luas. Dari sinilah dia bisa
mengekspresikan diri dan mengembangkan diri dan berani bersaing secara terbuka.
4. Berani
menghadapi kegagalan
Seperti
pernah dikatakan oleh Abraham Lincoln bahwa yang penting bukan kegagalan itu
yang ditangisi, tetapi bagaimana orang itu bangkit dan bangkit setelah
mengalami kegagalan. Kata-kata ini dilontarkan oleh anak manusia yang
berkali-kali mengalami kegagalan. Lincoln pada umur 7 tahun dan keluarganya
diusir dari rumahnya. Pada umur 22 tahun ia bekerja dan tidak begitu lama dalam
pekerjaan ini, tidak lama kemudian dia dipecat, Pada usianya yang ke 34 dan 39
dia mencalonkan diri sebagai angota Kongres tetapi gagal juga, bahkan pada
waktu itu tiga orang anaknya meninggal dunia.
Semangat
yang membara tetap menyala meskipun berulang kali mengalami kegagalan. Di
usianya yang ke 45 tahun ia mencalonkan diri sebagai anggota Senat Amerika
Serikat. Ia kemudian mencalonkan diri sebagai Presiden Amerika Serikat pada
usianya yang ke 47, dan baru berhasil menjadi Presiden negara adikuasa itu di usianya yang ke 51.
Apabila
ingin bisa menulis dan ingin menjadi penulis , maka tidak boleh putus asa bila
naskahnya belum dimuat media cetak atau belum diteima penerbit. Kegagalan
adalah sukses yang tertunda memang menjadi kenyatakaan. Masalahnya adalah
begitu seseorang sekali gagal (tidak mampu menulis atau naskahnya ditolak) lalu
putus asa dan tidak berusaha untuk menulis dan menulis.
Langkah-langkah
Setiap
penulis itu memiliki langkah penulisan yang berbeda satu dengan yang lain.
Perbedaan ini sebenarnya terletak pada kepandaian penulis pada pengolahan ide.
Ide yang baik belum tentu menjadi tulisan yang baik karena tidak bisa mengolah
dan tidak bisa mengembangkan ide. Sebaliknya ide sederhana justru bisa menjadi
tulisan yang menarik apabila diolah dan disajikan dengan baik.
-Menemukan
ide
Sebelum menulis tentunya sudah ada ide lebih dulu. Ide
dapat diperoleh melalui mata (membaca), telinga (mendengarkan), khayalan,
perenungan, dan merasakan. Ide yang baik diharapkan menjadi tulisan yang baik.
Untuk itu perlu diketahui criteria ide yang mungkin bisa menjadi tulisan yang
baik yakni:\
- Ide yang akan
dituangkan ke dalam buku itu memiliki kelebihan apa dari buku lain
meskipun tema dan objeknya sama.
- Ide itu
merupakan sesuatu yang actual
- Tema yang akan
ditulis benar-benar dikuasai penulis
- Ide itu
bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya
- Buku yang akan
ditulis itu memiliki kelebihan atau sesuatu yang menarik bila dibanding
dengan buku-buku yang telah terbit.
-
Mengamati fenomena masyarakat
Kejadian, peristiwa, atau keadaan yang dialami
orang lain atau masyarakat pada umumnya dapat dicermati, diperhatikan, dan
direnungkan. Fenomena ini apabila dipandang perlu sebenarnya dapat ditulis
dalam bentuk artikel bahkan bisa menjadi sebuah buku. Hal ini tergantung sejauh
mana kepekaan dan ketajaman daya analisis seseorang dalam menangkap suatu fenomena.
Fenomena yang terjadi di sekeliling kita mungkin tidak memiliki nilai apa-apa
bagi sebagian besar orang. Tetapi bagi mereka yang memiliki kreaivitas tinggi
dan kemampuan berpikir divergen, maka hal-hal yang nampaknya sepele, justru
menjadi karya besar.
-
Mencari literatur
Setelah ditemukan tema, seorang penulis buku
seharusnya mencari literature yang relevan. Literatur dapat dicari di internet,
took buku, perpustakaan, pameran buku, acara bedah buku, maupun berkomuniaksi
dengan teman sejawat/visible college. Literatur ini digunakan untuk mnambah
wawasan, mencari solusi, mencari landasan teori, dan pengembangan gagasan. Oleh
karena itu bobot tidaknya suatu tulisan dipengaruhi oleh kualitas dan
kemutakhiran literatur yang digunakan sebagai acuan.
-
Survei ke toko buku atau pameran
buku
Surevi ke took buku atau pameran buku perlu
dilakukan. Survei ini diperlukan untuk mengetahui tema-tema apa saja yang telah
ditulis orang, tema apa yang paling laris, atau tema apa yang jarang ditulis
orang tetapi ditunggu masyarakat. Survei sekilas dapat diketahui secara garis
besar masyarakat itu cenderung pada buku apa dengan mengamati kelompok buku apa saja yang banyak diminati pengunjung
took buku.
Di samping itu, bisa
juga sering bersilaturrahim ke penerbit. Penerbit biasanya memiliki pengalaman
tentang tema-tema yang menarik dan belum banyak digarap penulis. Pengalaman
mereka itu besar manfaatnya bagi penulis.
-
Penulisan
Proses penulisan
dapat dilakukan di mana saja dan kapanpun waktuya. Sebenarnya menulis itu tidak
harus dilakukan di ruang sunyi di malam hari. Di tempat keramaianpun, orang
dapat melakukan penulisan seperti ketika mengikuti seminar, mengikuti rapat
yang berjam-jam, naik kendaraan, menunggu ujian, dan lainnya tergantung kemauan
dan kedisiplinan.
Menulis pada dasarnya
adalah ekspresi perasaan, emosi, pemikiran, dan kemauan secara total. Oleh
Karen aitu dalam menulis buku hendaknya dikeluarkan seluruh emosi, perasaan,
pikiran, dan ide tentang tema yang sedang digarap itu secara tuntas.
Agar semua ide
tercurah semua dalam suatu naskah, maka disarankan untuk sementara
tidakmemikirkan tatabahasa, ingat-ingat literature yang pernah dibaca terutama
yang terkait dengan tema buku yang akan ditulis. Dan penulisan buku tidak harus
dari awal, atau tidak harus dari bab I lalu ke bab II dan seterusnya.
-
Penyuntingan
Sebaiknya penyuntingan dilakukan setelah seluruh
ide, pemikiran, teori, pendapat, dan perasaan tentang tema itu telah dicurahkan
semua. Cara ini untuk menjaga agar pikiran lebih tenang dan lebih teliti dalam
mengoreksi naskah. Penyuntingan dapat dibuat secara bertahap meliputi
penyuntingan isi, sistematika penulisan, dan perangkat kebahasaan. Adapun
penyuntingan mengenai perangkat kebahasaan meliputi perhurufan, penomoran atau
angka, lambing, ejaan, dan tanda baca.
-
Pendokumentasian
Salah
satu kelemahan ilmuwan kita atau para penulis adalah kurang memperhatikan
pendokumentasian naskah. Naskah yang
telah dikirim ke redaksi atau penerbit, sebaiknya memiliki dokumennya. Pendokumentasian ini pentng dan nanti dapat
digunakan untuk:
a.
Mengetahui tema apa saja yang
pernah kita tulis;
b.
Apabila naskah yang dikirim itu tidak diterima
penerbit, maka naskah (cetak atau softcopy) yang di tangan kita
(didokumentasikan) dapat diperbaiki seperlunya lalu dapat ditawarkan ke
penerbit lain.
c.
Mengetahui naskah itu telah
dikirim ke penerbit mana saja;
d.
Mengetahui seberapa banyak
naskah yang kita tawarkan ke beberapa penerbit;
e.
Sebagai bukti kepemilikan
(hak) atas naskah apabila ternyata naskah yang disampaikan ke penerbit itu
diaku oleh orang lain. Sebab sering terjadi ada orang yang mengaku karya tulis
orang lain sebagai karyanya
-
Penawaran naskah ke penerbit
Setelah naskah dianggap final perlu segera
ditawarkan ke penerbit yang relevan. Sebab tiap penerbit memiliki karakteristik
buku yang diterbitkan seperti tentang agama Islam, ekonomi, pendidikan, komputer,
politik, dan lainnya. Penawaran atau pengiriman naskah dapat dilakukan melalui
e-mail, pos, jasa kiriman, dan lainnya.
Dalam pengiriman ini sebaiknya tidak mengirim langsung
naskah utuh apalagi softcopynya. Sebaiknya yang dikirim cukup sinopsisnya,
daftar isi, biodata penulis, deskripsi pangsa pasar, cara pemasarannya menurut pandangan penulis,
foto, dan lainnya. Apabila nanti sudah ada kejelasan naskah itu diterima, baru
dikirim naskah utuh beserta softcopynya. Sebab mengirim softcopy ke penerbit
yang tidak disertai perjanjian atau jaminan, sangat bahaya.
Sebelum memutuskan naskah itu akan dikirim ke
suatu penerbit, maka perlu dipahami kriteria naskah buku yang layak terbit.
Naskah buku yang diterima dan insya Allah diterbitkan penerbit dipertimbangkan
dari segi kualitas naskah, potensi pasar, dan reputasi penulis. Namun demikian
rata-rata penerbit itu mementingkan kualitas naskah.
Apabila dilihat dari kualitas naskah, maka naskah
yang akan diterima penerbit buku dengan urutan:
- Naskah buku itu
berkualitas dan marketable
- Naskah buku itu
berkualitas meskipun kurang marketable
- Naskah itu
kurang bermutu, tetapi marketable
- Naskah itu tidak
mutu dan tidak marketable.
Apabila naskah yang kita
kirim ini hanya masuk kriteria nomor 4 yakni tidak mutu dan tidak marketable,
maka kecil kemungkinan untuk diterima penerbit.
Suatu naskah buku akan dipertimbangkan untuk diterima
atau ditolak penerbit juga dilihat dari potensi pasar. Artinya siapa dan
seberapa banyak calon peminat naskah buku yang ditawarkan penulis untuk
diterbitkan itu. Dalam hal ini penerbit memiliki urutan ketentuan
diterima/tidaknya suatu naskah berdasarkan potensi pasar yakni
- Naskah itu
memiliki pasar (peminat) yang lebar/banyak dan buku itu memiliki lifecycle panjang
- Naskah buku itu
memiliki pasar/market/peminat sempit/sedikti tetapi memiliki lifecycle panjang
- Naskah buku itu
memiliki pasar/market lebar/banyak meskipun lifecycle pendek s
- Naskah buku itu
kira-kira pangsa pasarnya sempit dan memiliki lifecycle pendek
Popularitas
penulis juga menjadi pertimbangan tersendiri bagi penerbit dalam penerimaan
naskah. Maka tidak heran kalau penulis-penulis terkenal diburu oleh penerbit.
Namun demikian bagi penulis pemula tidak perlu mati nyali apabila ingin menjadi
penulis. Sebab yang dikenal itu bermula dari tidak dikenal. Kemudian perlu
dicari kiat-kiat dan langkah-langkah bagaimana caranya untuk menjadi dikenal.
Dari segi
poplaritas penulis, penerbit rata-rata memiliki urutan prioritas seagai
berikut;
- Penulis populer dan tema naskah bukunya
populer
- Penulis populer dan tama naskah bukunya
kurang populer
- Penulis tidak populer dan tema populer
- Penulis tidak
populer apalagi naskahnya tidak populer.
Penutup
Penulisan
buku dan yang lain merupakan fenomena tersendiri di kalangan terpelajar maupun
dalam masyarakat. Penulisan dianggap menakutkan, profesi, bakat, sulit, sekedar
mengoplos, kurang percaya diri, dan lainnya. Kondisi ini antara lain yang
menyebabkan penulisan buku di negeri ini masih rendah bila dibanding penulisan
buku di negara lain.
Penulisan
buku sebenarnya memiliki banyak makna antara lain menyehatkan kulit wajah,
mampu memengaruhi orang lain, memberikan pendidikan, sharing ilmu pengetahuan
dan lainnya secara luas. Disamping itu, media cetak ini lebih fleksibel bila
dibanding dengan media trasfer lain.
Sebab buku dapat dibaca di berbagai tempat tanpa memerlukan sarana pendukung,
dapat dibawa ke mana-mana, dan relatif terjangkau oleh masyarakat banyak.
Daftar
Bacaan
-
Arifin, E. Zaenal. 1998.
Dasar-Dasar Penulisan Karangan Ilmiah. Jakarta: Grassindo
-
Camus Albert dkk. 2003.
Menulis Itu Indah. Yogyakarta. Jendela
-
Hernowo. 2003. Quantum Reading .
Bandung . Mizan
Learning Centre
-
-----------. 2003. Quantum Writing. Bandung :
Mizan Learning Centre
-
Kartanegara, Mulyadhi. Seni Mengukir Kata; Kiat-Kiat Menulis Efektif
Kreatif. Bandung: izan Learning Centre
-
Lasa Hs. 2005. Gairah
Menulis. Yogyakarta: Alinea
-
----------. 2009. Menulis Itu
Segampang Ngomong. Yogyakarta: Pinus
-
Nurudin. 2004. Menulis
Artikel Itu Gampang. Semarang: Effhar.
-
-----------. 2004.
Membangkitkan Roh Menulis Artikel. Malang: Cespur
-
------------. 2003. Kiat
Sukses Meresensi Buku di Media Massa. Malang Cespur.
-
Stevenson, Robert Louis. Seni
Menulis dan Membuat Buku. Yogyakarta: Jendela
Yogyakarta, 18 Desember 2017
Lasa Hs
Perpustakaan UMY
0 Komentar