Pemberian yang pantas apalagi sesuatu
yang diberikan itu masih kita senangi sebenarnya merupakan penghormatan bagi
yang diberi dan menjaga martabat
pemberi. Kalau memang mampu, memang sebaiknya pemberian itu dalam jumlah
banyak dan ikhlas. Sedikitpun asal ikhlas itu juga sudah ada kebaikan dan
syukur rutin.
Dulu ada seorang kaya raya dan
dermawan bernama Abdullah bin Ja’far yang memiliki putra bernama Ja’far bin Abi
Halaib. Pada suatu hari yang panas, beliau
berjalan-jalan mengelilingi kebunnya. Setelah dirasa cukup mengelilingi kebun,
ia pun bermaksud berteduh di bawah pohon milik orang lain. Kebun itu dijaga
oleh seorang budak yang saat itu membawa bekal 3 (tiga) potong roti.
Dari kejauhan ada seekor anjing
lari-lari sambil menjulurkan lidahnya karena lapar dan kehausan. Anjing itu
mendekati budak tadi sambil menggerak-gerakkan ekornya dan menjilat-jilat
sesuatu di sekitar budak tadi. Melihat perilaku anjing itu, hati budak terketuk
dan memberikan sepotong rotinya. Anjing itupun memakannya sampai habis. Akan
tetapi anjing itu masih penasaran dan tetap menengadah meminta kepada budak
yang masih memegang dua potong roti itu. Lalu diberikanlah sepotog roti lagi
dan anjing itupun memakannya sampai habis. Dasar anjing, sudah diberi dua potong roti,nampaknya masih kurang juga.
Melihat kondisi anjing yang memelas seperti itu, budak itu tidak
tega makan roti yang tinggal satu potong itu. Dia pun merelakan sepotong roti
terakhir untuk anjing itu. Dia sendiri tidak makan roti. Sedianya satu potong
untuk makan di pagi hari, satu potong siang hari, dan satu potong lagi untuk
makan nanti sore. Berhubung 3 (tiga) potong habis diberikan pada anjing, maka
jatah makan hari itu habis.
Menyaksikan kejadian itu, Abdullah bin
Ja’far memanggil budak tadi dan bertanya.” Hari Saudara, berapa potong roti
yang diberikan tuanmu untuk makan hari ini ?”. Budak itu menjawab, :”Ya sebnyak
yang Bapak lihat, yakni 3 (tiga) potong roti yang sudah saya berikan pada anjing
tadi”. Kemudian dia melanjutkan :”Saya melihat anjing itu bukan anjing dari
sekitar sini. Sepertinya anjing itu datang dari jauh dan mengembara sampai ke
sini karena kelaparan. Saya sangat kasihan pada anjing tadi dan tidak sampai
hati melihatnya kelaparan dan tak berdaya”
lanjutnya..
Abdulah pun seperti mengulang pertanyaannya
lagi :”Lalu apa yang kau makan hari ini?”. Dengan lugas budak itu
menjawab,:”Aku akan mengikatkan ikat pinggangku kuat-kuat agar tidak terasa
lapar.”, tkasnya.
Mendengar
jawaban budak itu, Abdullah bin Ja’far termenung dan berkata pada dirinya
sendiri.”Sampai di mana aku dikenal sebagai seorang dermawan. Padahal budak itu
lebih dermawan dari pada aku. Ia telah memberi makan pada anjing. Padahal roti
itu akan dimakan untuk satu hari hanya karena
tidak tahan melihat seekor anjing nyaris mati karena kepalaran”.
Abdullah bin Ja’far merenung beberapa
saat, kemudian ia memanggil budak tadi dan minta ditunjukkan rumah majikannya.
Setelah diberi alamat yang jelas, ia pergi ke rumah yang dituju yaitu majikan
budak tadi. Sesampai di suatu rumah, ia ditemui langsung oleh sang majikan.
Kemudian Abdullah bin Ja’far mengutarakan maksudnya bahwa ia ingin membeli
sepetak kebun dan budak (saat itu budak dijualbelikan) yang menjaga kebun itu yang selanjutnya akan
dimerdekakannya.
Setelah mendapatkan kesepakatan harga,
lalu dibayarlah harga kebun dan budak itu. Abdullah bin Ja’far lalu pergi ke
toko alat-alat perkebunan. Dari sana, beliau langsung menemui budak tersebut di
kebun yang dijaganya. Saat itu, budak sedang menjaga sambil menahan lapar dan
haus. Dijelaskannya, bahwa kebun yang dijaganya dan diri budak itu telah dibeli
oleh Abdullah.
Tak disangka, kemudian Abdullah bin Ja’far berkata, :”Mulai sekarang
kebun ini saya serahkan kepadamu. Dan engkau sendiri sekarang telah menjadi
orang merdeka (bukan budak lagi). Kemudian semua peralatan perkebunan ini gunakanlah
sebaik-baiknya untuk mengelola dan mengembangkan kebun. Hiduplah engkau dengan
bahagia dalam memelihara dan memberdayakan kebun ini untuk kehidupanmu yang
lebih baik ”.
Lasa
Hs.
0 Komentar