Judul
: Mencerahkan Bakat Menulis
Penuli : Sutanto Leo
Penerbit : Jakarta: PT Grameda Pustaka Utama,
2017
ISBN : 978-602-03-7672-1
Tebal : 485 halaman
Ada yang menyatakan bahwa bangsa yang maju adalah bangsa yang literet
(membaca dan menulis). Tulisan merupakan sumber inspirasi, ilmu pengetahuan, ketrampilan,
sikap, dan perilaku bagi pembacanya. Seseorang bisa terinspirasi dan berbuat
sesuatu lantaran memeroleh pengetahuan itu dari bacaan.
Tulisan merupakan warisan abadi yang diwariskan dari generasi ke
generasi. Generasi penerus dapat memelajari ilmu pengetahuan pendahulunya
melalui tulisan dan rekaman yang disimpan dan dilestarikan oleh perpustakaan.
Penulis boleh mati, tetapi umur tulisan mereka akan abadi. Maka patut
direnungkan pesan Pramudya Ananta Toer yang mengatakan :” Orang boleh pandai
setinggi langit, tetapi selama tidak menulis, ia akan hilang”.(halaman 8).
Begitu pentingnya penulisan bagi
kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan, dan pelestarian ilmu pengetahuan. Penulis
memiliki kedudukan mulya karena mengembangkan ilmu. Ilmuwan, profesional, dan
budayawan yang menulis adalah dosennya para dosen dan gurunya pada guru. Dalam
hal ini Imam Ghazali menyatakan :”If you are neither a prince nor child of a famous religious leader,do write”.
(Apabila engkau bukan anak raja dan bukan anak ulama, maka menulislah). Raja dan ulama memiliki kedudukan terhormat
termasuk anak keturunannya dalam masyarakat. Dalam masyarakat Jawa, keturunan
raja masih menggunakan nama-nama kehormatan seperti Kanjeng Gusti, Raden
Tumenggung, Adipati, Baiq, dan lainnya. Sedangkan keturunan ulama/kiyai dalam
sebagian masyarakat diberu gekar Gus. Begitu mulianya seorang penulis menurut
pendapat Imam Ghazali, maka kemuliyaan itu disamakan dengan anak raja atau anak
ulama.
Tulisan memiliki banyak makna antara
lain; mengembangkan ilmu pengetahuan, mewariskan nilai, mengaktifkan sel-sel
otak, meningkatkan status, bahkan profesi yang tak kenal pensiun. Selama
penulis masih sehat,terus menulis, dan menghasilkan karya, maka mereka tidak
pensiun. Achdijat Karta Mihardja masih menulis novel di usianya yang ke 95 tahun.
Kultur baca dan menulis bangsa kita
sangat rendah, baik di tingkat ASEAN apalagi di tingkat internasional. Hal ini
antara lain dapat dilihat dari data pemeringkatan 4ICU dan webometric. Data peringkat Perguruan Tinggi 2016 di Asia
berdasarkan Top 200 Universities in Asia by the 4ICU org.University Web
Ranking. Dalam hal ini beberapa PTN Indonesia menduduki ranking bawah, seperti
UGM (68), UI (91),UNS (101), ITB (162) dan UNDIP (165). Kemudian coba kita
lihat bagaimana posisi Perguruan Tinggi kita dalam QS World University Ranking
2016 dari 916 PT dunia). Dalam posisi ini, ternyata UI (325), ITB (401-410),
UGM (501 – 550), UNAIR (701+), IPB 701+), UNDIP (701+),dan ITS (701+). Kiranya
merupakan tanda tanya besar, mengapa penulisan di negeri ini rendah. Padahal di
negeri ini terdapat 4000 lebih PTN dan PTS, ribuan sarjana, doktor dan profesor
. Ngapain mereka. Mengapa mereka hanya
menulis karya akademik untuk kelulusan, mengejar angka kredit, dan sekedar
mengesahkan tunjangan jabatan/kehormatan. Setelah itu, tidak menulis sampai
meninggal dunia. Kalau sudah pensiun, untuk apa ilmu mereka. Mengapa sebagian besar mereka tidak memiliki
kesadaran bahwa menulis ilmiah (terutama artikel, buku) merupakan tanggung
jawab moral ilmuwan. Mengapa kalau masalah materi (gaji, tunjangan, fasilitas)
selalu membandingkan dan malu dengan ilmuwan luar negeri. Akan tetapi kalau
masalah produk keilmuan, justru tidak membandingkan dan tidak malu dengan
ilmuwan luar negeri. Maka tak heran begitu pensiun hilanglah nama karena tidak
menulis.
Buku ini menyajikan uraian betapa
pentingya penulisan karya intelektual maupun karya artistik.Di sini diberikan
kiat-kiat menulis karya ilmiah maupun
menulis karya fiksi (novel , puisi,
pantun dan lainnya). Juga disajikan seluk beluk plagiasi.
Lasa
Hs
0 Komentar