Embedded
Librarian dan Upaya Self-Disruption Perpustakaan Perguruan Tinggi
Oleh:
Atin Istiarni
Pustakawan
Universitas Muhammadiyah Magelang
Fenomena tumbangnya
industri konvensional akhir-akhir ini membuat beberapa pelaku industri mulai
resah. Perubahan dirasa begitu cepat setelah adanya teknologi dan internet.
Perubahan yang yang mampu mengubah gaya hidup masyarakat secara global dalam
waktu sangat cepat. Industri paling terlihat perubahannya adalah industri jasa
transportasi. Bisa kita lihat semakin masifnya perkembangan ojek online.
Masyarakat dimanjakan dengan jasa transportasi yang cepat, aman, dan murah.
Bukan hanya itu, kebutuhan masyarakat juga cepat terpenuhi dengan adanya
layanan seperti Go-Food misalnya. Orang mudah mendapatkan apa yang diinginkan
tanpa pindah tempat. Perubahan yang tentu sangat menakjubkan.
Namun
sayangnya, perubahan yang terjadi
tidak mudah diterima oleh semua orang.
Pertentangan antara ojek online dan ojek konvensional sampai menimbulkan
pertikaian yang seperti tak berujung, hingga pemerintah menurunkan maklumatnya dalam
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017. Itu baru dari sisi
transportasi, belum lagi tumbuh suburnya onlineshop
yang mampu menurunkan minat orang untuk datang ke pusat perbelanjaan. Kemudian,
dalam ranah informasi, perpustakaan mungkin menjadi organisasi yang paling
merasakan dampaknya. Pencari informasi yang selanjutnya disebut pemustaka lebih
memilih google dan buku elektronik yang bisa diakses lewat gadget mereka.
The library is a growing organism,
begitulah hukum yang ditetapkan oleh S. R. Ranganathan
pada 1931. Perpustakaan terus berkembang mengikuti pola belajar masyarakat. Saat
ini, ekspansi sebuah perpustakaan sudah mampu memberikan layanan 24 jam melalui
layanan online. Peminjaman dan pengembalian buku melalui perpustakaan maya
dalam wujud I-pusnas milik Perpustakaan Nasional RI misalnya. Semua serba
digital, mudah, murah, dan memuaskan pembaca. Lantas, bagaimana dengan pustakawan
jika yang semula dikerjakaannya diambil
alih oleh mesin? Perpustakaan adalah organisasi yang terus berkembang mengikuti
perubahan yang ada. Tentunya, pustakawan juga seharusnya mengubah paradigma pekerjaannya
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Perpustakaan
Era Baru
Era baru menuntut kesedehanaan dan keefektivan. Rhenald
Kasali mengungkapkan jika Disruption akan mudah terjadi pada lembaga yang high regulated. Waktu sangat berharga
dan hal ini harus dipahami oleh pustakawan. Pekerjaan yang semula seperti
“penjaga warung” sudah saatnya dirubah. Perpustakaan Perguruan tinggi mulai
berbenah dengan penerapan teknologi canggih untuk memberikan layanan yang
sederhana dan efektif. Penggunaan teknologi sepertinya menjadi acuan atas
kesederhanaan dan keefektivan dan itu disepakati oleh dunia global. Perubahan
gaya bekerja pustakawan perguruan tinggi saat ini mengarah pada upaya edukasi
kepada pemustaka. Pustakawan tidak lagi sibuk dengan katalog, shelving,
peminjaman dan pengembalian serta pekerjaan teknis lainnya. Embedded librarian adalah istilah yang
digunakan untuk pustakawan yang terlibat dalam pemberian edukasi bagi civitas
akademika kampus. Edukasi dalam bentuk kegiatan Literasi Informasi, pelatihan
menulis dan mungkin juga kemas informasi dalam bentuk knowled management kini telah dikembangkan oleh pustakawan. Seorang
embedded librarian mampu untuk diajak kolaborasi dengan dosen maupun peneliti. Keahlian pustakawan dalam mengakses dan mengelola informasi baik
teks maupun
digital membuat pustakawan
dibutuhkan saat proses
pencarian referensi untuk penelitian maupun tugas akademis lain.
Kesadaran pustakawan
maupun pengelola perpustakaan akan hadirnya era baru menjadikan pustakawan
mulai berbenah melalui rekonstruksi kebijakan perpustakaan. Saat ini mahasiswa
dimanjakan dengan teknologi dan layanan cepat yang diberikan perpustakaan. Lebih
dari itu, fungsi perpustakaan sebagai tempat rekreasi untuk mencari solusi juga
terwujud. Pustakawan siap sedia memberikan solusi pencarian referensi yang
kredibel, mutakhir, dan relevan. Pustakawan juga bisa menjadi Pustakawan
menjadi mitra belajar mahasiswa maupun dosen. Dengan begitu
perpustakaan bukan lagi tempat “terasing” atau “pengasingan” yang kehadirannya sekedar aksesoris untuk akreditasi
saja. Jika pustakawan mampu memberikan layanan seperti itu
berarti pustakawan dan perpustakaan juga menjadi pihak yang terlibat dalam
peningkatan mutu serta
kualitas akademik di perguruan tinggi.
Maka, menjadi embedded librarian merupakan langkah strategis untuk melakukan Self-Disruption dalam masa era baru seperti yang saat ini terjadi agar perpustakaan tidak ikut “gulung tikar” dan dilupakan masyarakat milenial.
0 Komentar