Tidak jarang, orang merasa enjoy ketika terjebak dalam kesombongan
diri. Mereka justru sering bangga dengan status. Keangkuhan itu ibarat makan
buah simalakama. Satu sisi ingin menonjol dan terpandang. Tetapi di satu sisi jiwanya tertekan karena
terjadi split dalam dirinya.
Dahulu
pada permulaan Islam, Abu Dzar al-Ghifari bersahabat baik dengan Amr bin Hisyam
(nantinya bernama Abu Jahl). Mereka berdua sama-sama pedagang terkenal saat
itu. Abu Dzar sering datang ke Makkah membawa berbagai macam barang dagangan
untuk kemudian dijulakan oleh Abu Jahal.
Pada
suatu saat Abu Dzar datang ke Makkah dengan tangan kosong, tidak membawa
dagangan sama sekali. Saat tu beliau hanya sekedar melihat-lihat kondisi pasar.
Kira-kira barang apa yang menjadi permintaan pasar.
Ketika sedang duduk-duduk,
datanglah Abu Jahl. Abu Jahl pun menyapa :”:Hai sahabat, kali ini dagangan apa
yag kau bawa ?. “. Abu Dzarpun menjawab sekenanya :”Ah, kali ini aku tak membawa
apa-apa. Aku hanya ingin santai-santai sajalah. Sesekali tak memikirkan duit “.
Lalu untuk apa , kau jauh-jauh ke sini kalau hanya sekedar santai-santai saja”.
Sergah Abu Jahl. “Ya , sebenarnya aku punya keperluan dengan kemenakanmu” Jawab
Abu Dzar. “Kemenakanku yang mana ?.kan kemenakanku banyak”Kata Abu Jahl.
“Itu
lho, kemenakanmu yang bernama Muhammad. Aku dengar dari beberapa teman bahwa
kemenakanmu itu diangkat sebagai Rasul. Bukankah Muhammad itu kemenakanmu ?.
Seharusnya engkau bangga bahwa kemenakanmu itu menjadi orang pilihan”. Jawab
Abu Jahl.
Mendengar
ucapan tersebut berubahlah roman muka Abu Jahl. Sambil mengernyitkan kening
lalu berucap ”Sahabat, coba dengarkan baik-baik nasihatku. Sebaiknya engkau tak
usah ketemu Muhammad kali ini. Begini kawan. Muhammad itu orangnya menarik.
Siapapun orang yan kenal pasti terpikat. Wajahnya bersih, tutur katanya
bermakna. Perilakunya lemah lembut dan sopan. Bahasanyapun menawan. Bahkan
ketika membacakan wahyu, maka semua kalimatnya menyentuh jiwa”. Demikian ujar
Abu Jahl menasihati sahabatnya itu.
“Jadi
kau percaya kepada Muhammad ?”.Tanya Abu Dzar dengan nada menyerang. “Apa”
tanya Abu Jahl sambil menyeringai, dan
mukanya agak merah. Maksudku, apakah kau telah masuk Islam ?. “ Tanya Abu Dzar menimpali.”Aku
masih tetap seperti dulu. Aku tetap Abu Jahl. Aku belum miring. Dibayar
berapapun aku tetap Abu Jahl”. Ketus Abu Jahl sambil menunjukkan keangkuhannya.
“Bukankah engkau yakin bahwa
Muhammad itu benar ?” Sela Abu Dzar. “Ya, benar saya yakini bahwa Muhammad itu
benar. Namun aku tetap melawan Muhammad
sampai kapanpun “. Jawab Abu Jahl. “Mengapa demikian ?. sela Abu Dzar .”Begini
kawan, kalau aku mengikuti ajaran Muhammad, maka kedudukanku akan hancur di mata orang-orang Quraisy. “ Abu
Jahl menjelaskan..
“Kalau begitu pendapatmu keliru
kawan” Sahut Abu Dzar. “Ya, memang kuakui bahwa aku keliru. Bahkan aku juga
tahu bahwa besok di akhirat aku akan dimasukkan ke neraka Jahanam . Namun di
dunia ini aku tidak mau ditaklukkan Muhammad meskipun besok di akhirat aku
benar-benar kalah”. Jawab Abu Jahl.
Demkianlah
kalau nurani tertutup oleh keangkuhan dan kesombongan. Meskipun seseorang itu
mengakui kebenaran, namun karena tertutup oleh kedudukan, jabatan, dan pangkat
tertentu maka tetap saja menolak kebenaran
itu. Kiranya masih banyak orang-orang yang bersikap seperti Abu Jahl yang tidak
mau mengikuti kebenaran karena faktor tertentu.
Lasa Hs.
0 Komentar