Riya’ merupakan perilaku
memperlihatkan kebaikannya agar dipuji dan disanjung. Mereka tinggi hati bila
dipuji, dan putus asa bila tidak dipuja. Dengan pujian ini mereka merasa
memiliki nilai lebih dari yang lain. Mereka merasa paling unggul dari yang
lain.
Memang tiap orang
memiliki kelebihan sekaligus kekurangan dari orang lain. Mungkin dalam
kedudukan, harta, keturunan, kepandaian, bakat, dan lainnya. Namun bila
kelebihan itu ditonjol-tonjolkan, bisa membuat orang lain tidak simpatik.
Dengan selalu mengunggulkan kelebihan maka bisa sombong, merasa paling benar,
dan tidak mau menerima kebenaran meskipun disajikan data dan fakta. Sebab
diantara tanda orang takabur adalah merendahkan orang lain dan menolak
kebenaran. Perilaku seperti ini diingatkan Allah Swt dalam Q.S.An Najm: 32 yang
artinya:Dan janganlah kamu sekalian mengatakan dirimu suci. Dia-lah yang paling
mengetahui tentang orang-orang yang taqwa:.
Menunjukkan kehebatan diri dan selalu menyalahkan pihak laih kadang dipandang sebagai hak
individu. Dengan cara ini dikira mampu menaikan gengsi dan martabat.Namun perlu
disadari bahwa prilaku ini dapat menurunkan wibawa seseorang, bahkan dibulli
orang banyak.
Riya’ dan semacamnya dapat dikatakan sebagai perbuatan syirik meskipun syirik kecil. Dalam hal ini Rasulullah Saw menyatakan: “ Aku sangat
mengkhawatirkan pada kamu sekalian dari perbuatan syirik kecil. Kemudian pada sahabat bertanya, “Apa
yang dimaksud syirik kecil itu Ya Raslullah “. Beliau menjawab, yakni riya’.
(HR. Ahmad, Thabrani, dan Baihaqi).
Riya’ tidak mesti dalam bentuk omongan, tetapi bisa dalam
bentuk perilaku. Misalnya seseorang berulang kali menggerak-gerakkan lengannya
ketika berbicara di depan publik. Gerakan ini sengaja dilakukan untuk menunjukkan/pamer
gelangnya atau jam tangannya bermerek.
Untuk memahami perilaku
riya’, Imam Ghazali memberikan beberapa
perilaku yang dapat dikategorikan sebagai gejala riya’ yakni:
- Semakin meningkat ibadah dan
amalannya bila dipuji/disanjung
Kadang kita ini berperilaku seperti anak
kecil. Begitu bangga bila dipuja, hati setinggi gunung bila disanjung. Demikian
pula ketika melaksanakan ibadah. Kadang kita ini tertipu oleh sikap dan
ketakaburan perasaan diri sendiri.
Begitu nampak khusyu’ shalatnya bila dilihat
orang. Sumbangannya ditambah-tambah, lantaran sumbangan pertama dimuat surat
kabar atau ditayangkan oleh televise misalnya. Perilaku demikian dikira mampu
meningkatkan eksistensi diri dan kroninya di mata publik
- Putus asa dan kurang
semangat bila dicela
Tidak sedikit
diantara kita yang patah arang bila dicela. Orang begitu mudah sakit
hati bila dicaci maki. Hal ini bisa terjadi lantaran perbuatan mereka tidak
didasarkan pada keikhlasan. Mungkin motivasi kebaikan itu untuk memeroleh
dukungan suara, memperbesar nama dan kroninya.
- Malas melakukan ibadah bila
sendirian
Kita ini sering kena penyakit malas bila
melakukan kegiatan sendirian. Mungkin berat shalat malam meskipun hanya dua
rekaat. Namun bila nonton pertandingan sepak bola, justru berjam-jam kuat dan
tidak mengantuk.
- Menunjukkan kedermawanannya
bila diketahui khalayak
Memang, orang berbuat baik itu motvasinya
berbeda satu dengan yang lain. Ada yang nampak dermawan lantaran mendapatkan
suara dan nama diri. Apabila tidak dilihat banyak orang,justru nampak kikirnya.
Lasa
Hs
0 Komentar