Putra Kauman Yogyakarta
ini telah mewariskan pemikiran dan sumbangsih bagi Islam, Muhammadiyah, dan
Negara. Sebagai tokoh pemikiran Islam di Indonesia, memang beliau berpikir
bercorak neo-sufistik, rasional, dan
selalu menggunakan referensi Al-Quran dan as Sunah.Santri KHA Dahlan ini pada
periode awal Muhammadiyah sudah menjadi aktivis Persyarikatan antara lain
pernah menjadi Ketua Majelis Tarjih pada tahun 1922, menjadi Ketua Majelis
Tarjih, sebagai anggota komisi MPM Hoofdbestuur
Muhammadiyah (1926), dan Ketua PP Muhammadiyah tahun 1942 – 1953.
Ki Bagus dikenal sangat produktif dalam
penulisan sehingga pada tahun 1925 telah menerbitkan 14 jilid buku. Hal ini
didukung oleh kemampuan berbahasa Arab, bahasa Ingris, dan bahasa Belanda.
Dengan kemampuan ini beliau mengenal dan memperdalam pemikiran-pemikiran
Muhammad ‘Abduh. Rasyid Ridha,Imam Ghozali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Rusyd dan
lainnya. Diantara karya-karyanya berupa
buku adalah; 1) Poestaka Iman; 2) Poestaka Islam ; 3) Risalah Katresnan Djati; 4) Poestaka Ikhsan; 5) Islam Sebagai
Dasar Negera dan Akhlak.
Dulu, para tokoh
Muhammadiyah memang ada beberapa yang terjun ke politik praktis. Sebab saat itu
memang suatu tuntutan dan partai politik sebagai alat perjuangan umat Islam dan
pengembangan Muhammadiyah. Bukan sekedar memenuhi kebutuhan pribadi maupun
kelompok.Maka Ki Bagus bersama tokoh Islam lain seperti KHA Wahid Hasyim, KH
Abdul Kahar Mudzakir, dan Abikusno Tjokrosujono pernah duduk sebagai anggota
DPR Pusat.
Ki Bagus pada tahun
1938 juga termasuk sebagai salah satu tokoh berdirinya Partai Islam Indonesia
(PII). Bahkan pada tanggal 7 November 1945, Muhammadiyah di bawah kepemimpinan
beliau menjadi teras pembentukan Partai Masyumi (Majlis Syuro Umat Islam) sebagai
satu-satunya parti Umat Islam saat itu. Dalam hal ini Ki Bagus dipercaya seagai
Wakil Ketua Masyumi sampai tahun 1950.
Andil beliau pada
kelahiran NKRI cukup besar sehingga beliau diakui sebagai Pahlawan Nasional
berdasarkan Keputusan Presiden No. 116/TK/2015 tanggal 4 Nopember 2015 oleh
Presiden Joko Widodo. Peran yang dimainkan pada awal kemerdekaan RI antara lain
bahwa beliau sebagai anggota PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia0 dan
bPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Suatu ketika di bulan
Juni 1945, Bung Karno mengemukakan konsep dasar negara. Dalam konsep itu beliau
mengusulkan “Ketuhanan” di bagian akhir sebagai dasar negara. Dalam hal ini Ki
Bagus merasa keberatan dan menolak konsep itu. Beliau mengusulkan agar kata
“Ketuhanan” diganti dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan diletakkan di bagian
pertama sebagai dasar negara. Ternyata usulan ini diterima dan ini merupakan
keberhasilan diplomasi tokoh Muhammadiyah.
Dengan bahasa lain dapat dipahami bahwa Muhammadiyah ikut mendirikan
NKRI ini yang merupakan rumah besar bangsa Indonesia yang menurut bahasa
Muhammadiyah sebagai Darul ‘Ahdi wasy
Syahadah.
Beliau berulang kali
terpilih sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah melalui berbagai muktamar, dan dua
kali terpilih sebagai ketua Majelis Tarjih yakni pada tahun 1922 dan 1936.
Kemudian pada masa
pendudukan Jepang, umat Islam dan Muhammadiyah mengalami tekanan terutama dalam
akidah. Jepang saat itu ingin merubah ketauhidan menjadi kemusyrikan dengan
cara menghadap ke timur menyembah matahari. Untuk mengatasi kondisi ini,
Muhammadiyah di bawah kepemimpinan Ki Bagus membentuk mubaligh/da’i yang
dikirim ke seluruh pelosok Jawa dan Madura untuk menguatkan akidah, memotivasi
amal shaleh, dan menyemangati perjuangan melawan ketidak adilan dan kebatilan.
(Lasa Hs)
0 Komentar