Pendahuluan
Menulis masih dianggap beban dan keterpaksaan dalam kehidupan
intelektual dan kemasyarakatan kita. Oleh karena itu, bangsa kita belum mampu
bersaing dalam kehidupan keilmuan dengan bangsa lain. Justru budaya menonton
dan ngomong yang berkembang pesat.
Lambannya perkembangan penulisan
karena kurangnya kesadaran, ketidakmampuan, dan rendahnya kemauan menulis di
kalangan ilmuwan dan masyarakat kita. Dunia tulis menulis sebenarnya merupakan
media efektif untuk menyimpan, melestarikan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan
dan mengekpresikan diri dan mampu memenuhi kebutuhan fisiologis, sosial,
penghargaan, dan eksistensi diri.
Melalui tulisan seseorang akan mampu
mengekspresikan diri, mampu bersaing secara terbuka, memberikan manfaat kepada
sesama, dan mengabadikan diri dalam perjalanan hidupnya. Pikiran-pikiran mereka
akan menjadi pelajaran, acuan, dan pengembangan diri orang lain meskipun jasad
penulis itu telah hancur dimakan tanah. Oleh karena itu nama sebenarnya bukan nama yang tertulis di
batu nisan kuburan kita nanti.
Untuk itu perlu dorongan, penciptaan kesadaran penulisan untuk bisa
melahirkan karya-karya unggulan dengan pemikiran-pemikiran inovatif produktif
untuk mencapai kemajuan.
Latar
Belakang
Perlunya
menumbuhkan minat dan motivasi
penulisan didasarkan pada pemikiran dan realita :
- Rendah minat
baca dan tulis
Minat baca dan minat tulis bangsa kita rendah bila dibanding
dengan minat baca/tulis bangsa lain. Justru yang menonjol adalah minat ngomong
dan minat menonton. Di era teknologi informasi ini seharusnya masyarakat kita
beranjak pada literasi informasi. Yakni kemampuan untuk mengakses, mengelola,
dan mengembangkan sumber informasi untuk meningkatkan kualitas hidup yang penuh
persaingan ini.
- Rendah
produksi buku dan penerbitan
Produksi buku kita tergolong rendah bila dibanding
dengan produksi buku di negera-negara lain. Sekedar ilustrasi
bahwa UNESCO pernah mencatat pada tahun 1993 bahwa jumlah judul buku yang terbit
di Indonesia hanya 0,0009 % dari jumlah penduduk. Hal ini berarti bahwa pada
tahun itu saja setiap satu juta orang Indonesia hanya tersedia 9 judul buku.
Padahal di negeri ini tiap tahun diluluskan sekian ribu sarjana S1, S2, S3,
bahkan sekian puluh profesor.
Kondisi ini jauh berbeda bila dibandingkan dengan kondisi
perbukuan negara-negara berkembang yang rata-rata 55 (lima puluh lima) judul
buku untuk setaip satu juta penduduk. Sedangkan dunia perbukuan di negara-negara
maju, produksi buku telah mencapai 513 (lima ratus tiga belas) judul untuk
setiap satu juta orang.
Kemudian apabila dibandingkan dengan produksi buku di
beberapa negara Asia, maka Indonesia hanya mampu menerbitkan sekitar 10.000
judul/tahun. Padahal Korea telah mampu menerbitkan 26.000 judul/tahun, dan
Jepang mampu menerbitkan 100.000 judul/tahun (Nur Zakiyah, 2002: 2).
- Menulis
dianggap beban dan keterpaksaan
Bagi sebagian besar akademisi, menulis karya akademik
seperti menyusun skripsi, tesis, dan disertasi dianggap beban berat. Mungkin
masa perkuliahan hanya 2 semester, tetapi tugas penulisan karya akhir bisa 10 tahun lebih. Demikian pula bagi para profesor, yang pidato pengukuhannya cuma dibacakan selama 25
menit, tetapi menyusunnya bisa satu semester.
Para guru sekolahpun mengalami hal yang sama. Guru
yang PNS cukup pasrah pada golongan IV/a untuk pensiun. Sebab untuk naik ke
jenjang berikutnya harus memiliki kemampuan menulis karya tulis ilmiah. Maka di
negeri ini masih langka guru yang mampu menyandang guru utama.. Padahal sebagian
besar mereka telah memiliki pendidikan minmal S1, bahkan beberapa ribu telah
berpendidkan S2, dan beberapa puluh bergelar doktor. Hal ini mungkin terbentur
keterbatasan kemampuan penulisan ilmiah.
Hasil penelitianpun sebagian besar hanya berfungsi sebagai
dokumen ilmiah dan jarang dimanfaatkan karena para peneliti kurang mampu
menulis buku, artikel jurnal, atau menulis artikel di surat kabar. Akhirnya
penelitian yang menghabiskan jutaan bahkan milyaran rupiah itu seolah-olah
hanya menghasilkan kertas beberapa lembar, coin,
dan point.
Bagi jabatan fungsional pun tidak jauh berbeda. Dalam usulan kenaikan jabatan, pangkat dan golongan fungsional pustakawan dengan berkas yang “berbobot” tetapi kurang bermutu. Mereka
bangga dengan ketebalan kertas yang isinya sekedar statistik peminjaman dan
pengembalian dan daftar buku yang diolah, meskipun itu Pustakawan Muda bahkan
Pustakawan Madya.
- Tulisan/rekaman
sebagai media efektif dalam pengembangan diri dan potensi masyarakat
Penulis atau pengarang adalah profesi yang terhormat
dan tidak semua orang mampu meraih
posisi itu meskipun berpendidikan tinggi secara akademis. Sebaliknya terdapat
penulis-penlis terkenal meskipun secara formal hanya mengenyam pendidikan SLTA.
Konon publish or
perish (muncul atau bunuh diri) menjadi icon
bagi kehidupan keilmuan di beberapa negara luar negeri. Maka menulis merupakan
ekspresi diri dan pengakuan atas reputasi keilmuan seseorang. Mereka bangga dan
bercerita tentang karya-karya mereka terutama buku bila ketemu dengan teman
sejawat mereka. Hal ini jauh berbeda dengan kehidupan keilmuan para ilmuwan
kita yang bangga dengan proyek dan jumlah jabatan struktural yang dipangkunya.
Mereka tidak tergerak untuk menulis buku meskipun telah disediakan anggaran
sekian juta bahkan milyaran rupiah.Toh anggaran itu tidak terserap.
Penulis mampu berperan sebagai seorang guru, pendidik,
ustadz, dan ilmuwan yang memberikan nilai, ajaran, norma, dan ilmu pengetahuan bukan
karena semata-mata keterpaksaan tetapi berkat panggilan.
Tulisan-tulisan mereka mampu menggerakkan potensi
masyarakat, merubah sikap, dan mendorong masyarakat untuk melakukan kegiatan
meskpun perlu waktu. Rasulullah SAW mampu melakukan perubahan tatanan kehidupan
manusia berabad lamanya lantaran ajaran-ajarannya yang dibukukan dalam Al Quran
dan hadist. Karl Marks mampu mengubah Rusia melalui pikiran-pikiran yang
tertuang dalam bukunya Das Capital. Galileo seorang ilmuwan
lulusan Fakulatas Kedokteran Universitas Pisa itu sempat menggegerkan
masyarakat Eropa dan dikenal sebagai penulis metode eksperimen. Demikian pula
dengan buku Ayat-Ayat Cinta, Lasykar Pelangi, dan lainnya.
(Bersambung)
Salam
Iqra’
Lasa Hs
0 Komentar