Kebohongan bisa menghancurkan
sendi-sendi kehidupan masyarakat, etika politik, dan tatanan negara. Korupsi, penggelapan,
manipulasi, penyuapan, make up
anggaran, fitnah, dan memutarbalikkan fakta merupakan bentuk kebohongan yang
meresahkan masyarakat dan merusak citra diri.
Munafiq
Apa
yang dikatakan itu berbeda dengan kenyataan dan bertentangan dengan hati nurani
itu namanya kebohongan. Inilah kebohongan dan dapat dikategorikan sikap nifaq dan orang yang melakukannya disebut munafiq.
Dalam
Tafsir at-Tanwir ( 2016) Juz 1 : 121 dijelaskan bahwa kata munafiq merupakan kata benda
(pelaku) dari sebuah perbuatan nifaq (kemunafikan). Kata munafiq berasal dari kata nafaqa yang secara umum berarti lewat
dan lepas. Dalam bahasa Arab, sesuatu yang “lewat dan lepas” seperti yang
diungkapkan dengan kata nafaqa berhubungan dengan persoalan jual beli (al ba’i), atau kemusnahan (al-fana’)
, dan kematian (al-maut). (lihat al –Mufradat
fi Gharib al – Qur’an: 502). Penggunaan kata ini menunjukkan bahwa
makna “lewat dan lepas” itu terjadi setelah adanya kemeriahan, eksistensi, dan
kehidupan. Pengertian ini dapat dilihat penggunaan ungkapan nafaq al-qaum yang berarti pasar mereka telah mati. Begitu
juga pada ungkapan afaqat ad-darahim yang berarti uang telah habis.
Dari beberapa pegertian ini, maka munafiq
adalah orang yang telah kehilangan
kemeriahan, eksistensi dan kehidupannya, baik dari sisi akidah maupun
amaliyahnya. Maka menurut pendapat Ibnu Katsir, nifaq itu ada nifaq i’tiqadi (nifaq dalam akidah dan nifaq ‘amali (nifaq dalam perbuatan).
Agar kita terhindar dari kebohongan
dan nifaq
kiranya perlu dipahami
indikator
orang-orang munafik. Untuk itu Rasulullah Saw memberikan penjelasan tentang indikator
orang-orang munafiq dalam sabdanya:” Empat sifat apabila terdapat pada
seseorang maka dapat disebut munafik sejati, apabila memiliki salah satunya
maka ia menyandang satu sifat munafik sampai ia meninggalkannya; 1) apabila
dipercaya/diberi kepercayaan (jabatan, kedudukan, kepemimpinan) maka dia
berkhianat; 2) apabila berbicara (memberikan pernyataan,statemen) dia
berdusta/bohong; 3) apabila berjanji, dia menginkari; 4) apabila bermusuhan (konflik
, beda pendapat, beda pilihan) dia berbuat fajir (memutarbalikkan fakta,
membuat fitnah “ (HR Bukhari nomor 34, dan HR Muslim nomor 58)
Melakukan kebohongan
Ketika mereka itu berbicara, membuat pernyataan, gertak sambal, maka hal itu berbeda dengan
yang sesungguhnya/fakta atau berbeda dengan hati nurani yang bersih. Hal ini sebagaimana
dinyatakan dalam Q.S. al-Baqarah: 14 yang artinya:”Dan apabila mereka bertemu
orang-orang beriman. Mereka mengatakan/menyatakan : “Kami telah beriman”, dan
apabila mereka itu kembali kepada syetan-syetan (kroni-kroni) mereka, mereka mengatakan :” Sesungguhnya kami
sependirian dengan kamu,kami hanyalah berolok-olok”.
Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa suatu ketika ‘Abdullah bin Ubay
(tokoh munafiq dan pembuat hoaks) bertemu Abu Bakr ash-shiddiqi berjabat tangan
dan mengatakan :”Selamat wahai Penghulu Bani Taim dan Syaikhul Islam, orang kedua
beserta Rasulullah di Gua Tsur, dan yang mengorbankan jiwa dan harta bendanya
untuk Rasulullah”. Kemudian dia bertemu ‘Umar bin Khattab r.a. berjabat tangan
dan berkata :” Selamat Penghulu Bani ‘Adi bin Ka’ab, yang mendapat gelar “al
Faruq”, yang kuat memegang agama Allah, yang mengorbankan jiwa dan hartanya
untuk Rasulullah”. Setelah itu Abdullah bin Ubay si tokoh pembohong itu bertemu
‘Ali bin Abi Thalib r.a. dan besalaman lalu menyatakan :”Selamat saudara sepupu
Rasulullah, menantunya, dan Penghulu
Bani Hasyim sesudah Rasulullah:. Setelah bertemu dengan 3 orang sahabat
utama Rasulullah itu, lalu Abdullah bin Ubay bertemu teman-temannya yang
munafiq lalu mengatakan :”Sebagaimana kalian lihat tadi akan perbuatanku. Maka
bila ketemu mereka, berbuatlah seperti yang baru saja saya lakukan”. Lalu kroni-kroninya
itu memuji-muji perilaku si munafiq ini. Di satu pihak,maka ketiga sahabat (Abu
Bakar, ‘Umar bin Khathab, dan’Ali bin Abi Thalib) sowan kepada Rasulullah
s.a.w. memberitahukan perihal pertemuannya dengan ‘Abdullah binUbay. Kemudian turunlah
Q.S. al –Baqarah ayat 14 yang membeberkan kebohongan dan kepalsuan orang-orang
munafiq dalam menghadapi kaum Muslimin. (Asbabun Nuzul, 2000: 13-14).
Kebohongan adalah bentuk penipuan, baik secara lisan
maupun perbuatan. Maka perlu kita jaga lisan, perkataan, SMS, WA, dan statemen
kita. Hal ini sebagaimana diingatkan oleh Rasulullah S.a.w. dalam
sabdanya:”Siapa yang mampu menjaga lisannya, maka Allah akan menutupi ‘aibnya,
siapa yang mampu mengendalikan amarahnya, maka Allah akan melindunginya dari
siksaan, siapa yang mengakui kesalahan lalu mohon ampun, maka Allah akan
mengampuninya (ditahrij Ibnu Abi ad Dunya dalam ash-shumt dengan sanad yang
hasan).
Penipuan dan kebohongan itu bisa berupa tindakan.
Suatu ketika Rasulullah Saw pergi ke pasar. Saat itu beliau mendapatkan seorang
penjual makanan. Makanan yang baik ditaruh di atas dan yang jelek ditaruh di
bawah/disembunyikan. Melihat keadaan ini, lalu Rasulullah menegur “ Apa ini wahai
penjual makanan ?. Penjual itu menjawab :” Terkena hujan ya Rasulullah. Kemudian Rasulullah Saw memberikan nasihat
:”Mengapa (makanan yang kena hujan) itu tidak kamu letakkan di atas agar diketahui
orang (yang akan membelinya) ?.Siapa yang menipu, maka orang itu tidak
termasuk golonganku “. (HR Muslim nomor
102).
Bersambung
Lasa Hs
0 Komentar