BERUBAH UNTUK KEMAJUAN
PERPUSTAKAAN
Makna Perubahan
Perubahan pada
hakikatnya adalah tranformasi dari keadaan lalu menuju keadaan sekarang, dari
keadaan sekarang menuju keadaan yang akan datang. Kalau keadaan sekarang
berubah menjadi lebih baik, berarti suatu kemajuan dan keberhasilan. Apabila
keadaan sekarang sama (tidak berubah) dengan keadaan yang lalu, maka berarti
suatu kerugian karena mengalami kemandegan. Apabila keadaan sekarang berubah
menjadi lebih buruk dari keadaan yang lalu, maka berarti suatu kecelakaan
bahkan musibah.
Adanya
perubahan sebagai tanda adanya kehidupan dan perkembangan. Maka apabila tidak
terjadi perubahan, maka berarti bahwa kehidupan itu mandeg dan tidak
berkembang. Namun demikian, pengalaman empiris menunjukkan bahwa adanya usaha
perubahan sering mampu meningkatkan kinerja lembaga lebih maju pesat. Perlu
juga disadari bahwa banyak pula usaha perubahan, namun kenyataannya tidak
berhasil. Hal ini kadang menimbulkan keragu-raguan pada diri orang/kelompok
lain untuk berusaha berubah.
Perubahan merupakan keniscayaan yang
perlu dilakukan terus menerus dalam rangka menuju kemajuan. Maka logis bila Allah menyiratkan
perlu perubahan dalam Q.S. Ar Ra’d: 11 yang artinya:”Sesungguhnya Allah tidak
akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada
diri mereka”. Merubah pada hakekatnya meningkatkan kebaikan dan menjauhi
kegiatan-kegiatan yang merusak. Oleh karena itu, Rasulullah s.a.w. menegaskan
untuk merubah kemunkaran dengan kekuasaan, lisan, maupun diam (tidak melakukan
kejahatan). Perintah ini ditegaskan dalam salah satu hadist yang diriwayatkan
oleh Abu S’ad Al Khudhri yang artinya:” Apabila kamu sekalian
menyaksikan/mengetahui kemunkaran,hendaknya dirubah dengan tangan (kekuasaan).
Apabila kamu tidak mampu, maka hendaknya dirubah dengan lisan (nasehat,
tulisan). Apabila dengan lisan ternyata tidak mampu, maka hendaknya dirubah
dengan hati, yang demikian adalah selemah-lemah iman”.
Memahami hadits tersebut, sebagian
ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan tangan (kekuasaan) yang dilakukan
oleh para pemegang kekuasaan. Kemudian yang dimaksud dengan lisan dilakukan
oleh para ilmuwan atau ulama. Sedangkan melakukan perubahan dengan hati dapat
dilakukan oleh masyarakat pada umumnya. Merubah dengan hati berarti minimal
mencegah diri agar tidak melakukan tindak kejahatan.
Perpustakaan sebagai lembaga yang
selalu berubah (library is the growing
organism) harus selalu melakukan perubahan. Perubahan ini dapat dilakukan
pada manajemen, koleksi, sistem, sumber daya manusia, anggaran, layanan,
pengolahan, maupun pada anggaran. Perubahan ini hendaknya disesuaikan dengan
tingkat kebutuhan informasi masyarakatnya.
Namun demikian, perlu
disadari bahwa untuk menuju proses perubahan itu selalu dipengaruhi oleh faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang memengaruhi perubahan ini
antara lain dari internal perpustakaan itu sendiri, dimana kepala/manajemen
perpustakaan harus bisa mengendalikan. Sedangkan faktor eksternal antara lain
adanya tekanan global dan semakin ketatnya kompetisi.
Bertitik tolak dari sini, maka untuk
berubah dan mengembangkan pengelolaan suatu perpustakaan diperlukan manajemen/kepemimpinan
yang profesional. Dalam hal ini banyak teori tentang kepemimpnan yang
profesional. Salah satu teori kepemimpinan yang profesional menyatakan bahwa
kepemimpinan yang profesional adalah kepemimpinan yang memiliki pemahaman visi
(the need for vision), etika (the need for ethics), keberagaman
budaya (the need for cultural diversity),
dan pelatihan (the need for training
(Stoner dan Freeman (1992:16).
- The
Need for Vision
Manajer/kepala
perpustakaan membawa perubahan dan kemajuan yang signifikan apabila memiliki
visi yang jelas. Oleh karena itu, kepala perpustakaan harus mampu melihat jauh
ke depan tentang perpustakaan yang dipimpinnya dan tujuan perpustakaan yang
akan dicapainya. Visi ini akan menjadi acuan utama semua staf perpustakaan yang
dipimpinnya. Tanpa adanya visi yang jelas,maka tenaga perpustakaan akan
melakukan kegiatan yang tidak jelas arahnya. Sebab sang komandan tidak bisa
membuat perencanaan jangka panjang dan tidak mampu memberikan pengarahan. Hal
ini lantaran kepala perpustakaan tidak memiliki pengetahuan/pengalaman tentang
manajemen dan kurang paham seluk beluk perpustakaan. Jadinya, perpustakaan asal
jalan meskipun jalan di tempat.
- The
Need for Ethics
Dalam memenej
perpustakaan, diperlukan pemahaan etika. Baik etika lembaga, etika profesi,
maupun etika komunikasi. Tanpa pemahaman ini, perjalanan kepemimpinan
perpustakaan akan terhambat oleh masalah moral. Maka tak heran bila terjadi
pemogokan kerja, protes tersembunyi, bahkan stress terselubung. Hal ini antara
lain disebabkan bahwa kepala perpustakaan tidak memahami etika tersebut. Maka
wajar kalau langkahnya trunyak trunyuk.
- The
Need for Cultural Diversity
Orang-orang yang bekerja
di perpustakaan terdiri dariberbagai macam tingkat pendidikan, ras, suku,
agama, paham, dan politik. Faktor ini harus dipahami oleh manajemen. Untuk itu,
manajemen harus memiliki komitmen yang kuat untuk memberikan perlakuan yang
adil tanpa memandang ras, suku, agama, dan perbedaan politik. Sebab keberagaman
budaya (cultural diversity) ini
merupakan kenyataan dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat.
- The
Need for Training
Dalam memenej
perpustakaan diperlukan ketrampilan manajemen. Oleh karena itu, kepala
perpustakaan perlu menyadari akan pentingnya peningkatan sumber daya manusia
perpustakaan. Peningkatan ini antara lain dalam bentuk kesempatan studi lanjut,
magang, pengikutertaan dalam kompetisi kepustakawanan, pendidikan dan
pelatihan, dan kagiatan peningkatan kompetensi kepustakawanan.
Pelatihan adalah
keseluruhan kegiatan untuk memberi, memeroleh, meningkatkan, serta
mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, kedisiplinan, sikap, dan etos
kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan
kualifikasi jabatan dan pekerjaan (UNdang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dalam Lasa
Hs 2017).
Bersambung
Lasa Hs
0 Komentar