Meskipun KHA
Dahlan seorang pedagang, mamun juga kadang mengalami paceklik. Suatu sore, KHA
Dahlan kedatangan tamu dari jauh. Setelah berbincang-bincang sekedarnya, lalu
terdengar suara adzan shalat maghrib. Tamu itu diajak oleh sang Kiyai untuk shalat
jama’ah di masjid.
Sebelum
pergi ke masjid, KHA Dahlan pesan kepada isterinya agar disediakan makan untuk
tamu tadi. Ny. Walidah (isteri KHA Dahlan) matur bahwa porsi makan saat itu
tinggal satu piring dengan lauk yang sederhana. Sedianya nasi itu untuk KHA
Dahlan. Kiyai Dahlan menjawab
dengan
tersenyum; “Kalau begitu, nasi itu disiapkan saja di meja makan dan disiapkan
piring kosong dengan sendok dan garpunya. Juga siapkan air putih.Nanti piring
yang ada nasinya ditaruh sebelah sana, dan piring kosong ditaruh sebelah sini.
Seusai
shalat maghrib, Kiyai Dahlan meminta tamunya menunggu waktu shalat Isya’
sekalian di masjid. Setelah selesai melaksanakan shalat Isya’ berjamaah, beliau
dan tamunnya menuju rumah kiyai dan langsung menuju ruang makan. Saat itu lampu
ruang makan sengaja tidak dinyalakan.
Sesuai skenario,
Kiyai Dahlan duduk di meja yang piringnya kosong. Sedang tamunya duduk di meja
yang ada piringnya berisi nasi. Kiyai pun minta maaf kepada tamu, :”maaf ini kamarnya
gelap dan lampunya dipakai di ruang lain”. Mari kita makan lanjutnya. Kiyai
Dahlan berpura-pura makan dengan sedikit menggerak-gerakkan sendok di atas
piring seolah-olah sedang makan. Sesekali beliau minum air putih itu. Sementara
itu, tamunya makan nasi yang disajikan itu sampai habis. Tamu tidak tahu bahwa
kiyai tidak makan sama sekali karena gelap.
(sumber:
Kisah Inspiratif Para Pemimpin Muhammadiyah, 2017)
0 Komentar