Allah swt berfirman yang artinya:” Ketahuilah bahwa sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan,
bermegah-megahan antara kamu sekalian, dan berbangga-banggaan tentang banyaknya
harta dan anak, ibarat hujan yang bisa menumbuhkan tanaman-tanaman yang
mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu sekalian
bisa melihat bahwa tanaman itu warnanya kuning, lalu hancur. Dan (ingat) bahwa
di akhirat (nanti) ada azab yang hebat dan ada juga ampunan dari Allah serta
RidhaNya. Ingat pula bahwa kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan yang sering
menjerumuskan”. (Q.S. Al Hadid: 20)
Kehidupan dunia memang
mengasyikkan dan menyenangkan. Apalagi apabila seseorang mampu menduduki posisi
yang menyenangkan. Dikiranya bahwa namanya hidup ini hanya sekarang ini. Nanti
tidak ada kehidupan lagi pikir mereka. Maka semua kesenangan dihabis-habiskan
di dunia ini. Soal kubur dan akhirat itu hanya khayalan kata mereka. Orang mati
ya sudah selesai, tak ada urusan lagi menurut
anggapan mereka.
Mereka tidak menyadari bahwa kehidupan dunia ini hanyalah
sandiwara atau permainan. Masing-masing kita sedang memainkan peran atau lakon
dalam sandiwara. Kita ini sebenarnya sedang berakting di atas panggung.
Diantara kita ada yang berperan sebagai pemimpin yang sedang berakting.
Sedangkan yang lain sebagai penonton. Nanti pada saatnya akan turun sesuai
aturan sutradara. Namun tidak sedikit yang harus turun sebelum saatnya karena
tidak mampu berakting dengan baik. Bahkan ada yang diteriaki penonton untuk
turun panggung lantaran permainan mereka mengecewakan penonton. Kemudian nanti
peran itu akan digantikan orang lain. Sementara itu mantan pimpinan itu
bergantian menjadi penonton.
Kehidupan dunia tidak lebih dari permainan sepak bola,
bulu tangkis, maupun pingpong apabila tidak mampu menyikapinya dengan
bijaksana. Namun bila mampu menyikapinya dengan baik, maka kehidupan ini
merupakan aset jangka panjang (mazra’atul
akhirah) berabad lamanya.
Berangkat dari pemikiran
inilah, kita perlu hati-hati dan syukur bila memiliki sikap zuhud terhadap kehidupan dunia
ini. Zuhud arti dasarnya adalah tidak suka terhadap sesuatu, rela terhadap
sesuatu yang sedikit, dan lebih mencintai kehidupan akhirat. Sikap zuhud tidak
terlalu gembira apabila kehidupan dunia (harta, anak, jabatan, kekuasaan) ada
di tangannya dan tidak terlalu sedih apabila lepas dari tangannya. Sebab mereka
menyadari bahwa apa yang nempel itu ibarat pakaian yang nanti akan usang.
Mengenai zuhud ini, Ibnu
Taimiyah menyatakan bahwa yang namanya zuhud adalah meninggalkan apa-apa yang
tidak bermanfaat untuk kepentingan akhirat. Kemudian yang disebut wara’ adalah
meninggalkan apa-apa yang mendatangkan madharat untuk kepentingan akhirat.
Zuhud
merupakan sikap menahan diri/hati-hati terhadap hal-hal yang haram dan yang
halal. Namun demikian ada ulama yang mengatakan bahwa zuhud itu berarti menahan
diri dari hal-hal yang haram saja. Hal ini mengingat bahwa yang halal itu jelas
dibolehkan. Maka dalam hal yang halal ini, manusia diberi hak untuk
memanfaatkannya.
Zuhud terhadap dunia bukan berarti harus meninggalkan kesenangan kehidupan
dunia ini sama sekali. Demikian pula dengan menghindari harta benda itu bukan
berarti menolak hak milik. Bukankah Nabi Sulaiman a.s. dan Nabi Daud a.s. juga
diberikan kekayaan, kekuasaan, dan beberapa kelebihan. Namun demikian, mereka
tidak larut dalam kekayaan, tidak mabuk kekuasaan, dan tidak terlena oleh
kemewahan.
Bersambung
Lasa Hs.
0 Komentar