1) Resistensi terhadap
perubahan
Memang
sering terjadi perbedaan persepsi adanya perubahan. Manajemen sering memandang
bahwa perubahan merupakan peluang. Sedangkan di kalangan akar rumput, sering
terjadi sikap bahwa perubahan itu menakutkan bahkan kekacauan. Pada dasarnya
mereka juga ingin perubahan. Dalam hal ini Peter Scholters berpandangan bahwa
pada dasarnya karyawan/pegawai tidak menolak perubahan, tetapi mereka menolak
diubah (Wibowo, 2016:152)
Selanjutnya
dikatakan bahwa resistensi perubahan itu bersifat afektif/affective, perilaku/behavioral,
dan kognitif/cognitive. Komponen
afektif adalah bagaimana orang merasakan adanya perubahan. Komponen perilaku
adalah bagaimana orang berperilaku dalam perubahan. Kemudian komponen kognitif
adalah bagaimana orang berpkir tentang perubahan.
a. Teori-teori perubahan
Perubahan akan dialami oleh setiap manusia dalam berbagai
aspek kehidupan. Baik kehidupan pribadi, kehidupan bermasyarakat, maupun
kehidupan karir. Menghadapi perubahan ini, banyak teori yang dikemukakan para
ahli. Dalam hal ini Nursalam (2015)
mengemukakan teori perubahan yakni Teori
Kusrt Lewin (1951), Teori Roger (1962), dan Teori Lippits (1973)
1)
Teori Kusrt Lewin (1951)
Dalam mengantisipasi perubahan yang terjadi, Lewin menyatakan bahwa
perubahan itu dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tahapan, yaitu; pencairan/unfreezing, bergerak/moving, dan pembekuan/refreezing
a).Pencairan
Pencairan merupakan motivasi yang kuat untuk beranjak dari
keadaan semula dan mengubah keseimbangan yang ada. Pada tahapan ini, perlu
ditumbuhkembangkan sikap siap untuk berubah, menyiapkan diri, dan usaha
melakukan perubahan.
b).Bergerak
Bergerak di sini berarti adanya sikap untuk bergerak menuju keadaan yang
baru atau tingkatan/tahapan perkembangan baru.Kemauan bererak maju ini lantaran
memiliki cukup informasi, memiliki sikap
dan kemampuan untuk berubah, memahami masalah yang dihadapi, dan mengetahui
langkah-langkah penyelesaian yang harus dilakukan
c). Pembekuan
Pembekuan adalah keadaan di saat motivasi telah mencapai tingkatan/tahap
baru atau mencapai keseimbangan baru. Tingkat baru yang telah dicapai harus
dijaga agar tidak mengalami kemunduran pada tingkat atau tahap perkembangan
semula. Oleh karena itu, selalu diperlukan umpan balik dan kritik yang
membangun dalam upaya pembinaan/reinforcement
yang terus menerus
2)
Teori Roger (1962)
Teori ini dikenal dengan teori AIETA yakni singkatan dari
awareness (kesadaran), interest (keinginan), evaluation (evaluasi), trial (mencoba), adoption (penerimaan). Dalam teori ini, Rogers berpendapat bahwa
proses penerimaan terhadap perubahan itu lebih kompleks dari teori yang
dikemukakaan oleh Lewin tersebut. Rogers berpendapat bahwa setiap individu yang
terlibat dalam perubahan itu mungkin menerima atau bahkan menolak perubahan.
Bahkan mungkin saja terjadi, pada mulanya orang itu menerima. Tetapi setelah
dirasakan bahwa perubahan itu dirasakan sebagai hal yang menghambat keberadaannya,
maka mereka menolaknya.
Dikatakan selanjutnya bahwa perubahan yang efektif itu
tergantung pada individu yang terlibat, tertarik, dan berupaya untuk selalu
berkembang dan maju serta mempunyai suatu komitmen untuk melaksanakannya.
3)
Teori Lippits (1973)
Teori perubahan ini ditujukan untuk merubah status
quo/kemapanan, baik perubahan itu direncanakan atau tidak direncanakan.
Kemapanan ini terjadi dalam individu, pekerjaan, jabatan, situasi, proses,
pemerintahan, dan sistem kerja. Memang bisa terjadi apabila sesuatu itu sudah
dianggap mapan dan berjalan lama begitu-begitu saja, maka orang cenderung malas
berubah.Begini saja sudah jalan, mengapa harus berubah kata mereka. Padahal
status quo itu belum tentu baik dan juga belum tentu produktif. Sikap status
quo inilah yang kadang sulit dirubah. Ibarat orang sudah duduk nyaman, lalu
disuruh pindah tempat. Maka rata-rata orang tak mau pindah dari tempat duduk
semula.
Sekali menjabat telah merasakan nikmatnya,maka berusaha
untuk menjabat pada periode berikutnya. Kalau perlu isterinya diminta
mencalonkan diri. Maka bisa terjadi family
politic bahkan money politics
Lippits selanjutnya menyatakan bahwa untuk menghadapi perubahan,
perlu mengidentifikasi 7 (tujuh) tahap yakni; 1) mendiagnosis/menentukan
masalah; 2) mengkaji motivasi dan kapasitas perubahan; 3) mengkaji motivasi
agen perubahan dan sarana yang tersedia; 4) menyeleksi tujuan perubahan; 5)
memilih peran yang sesuai ; 6) mempertahankan perubahan yang telah dimulai; 7) menjaga
kesinambungan perubahan
a). Menentukan masalah
Dalam tahap ini, setiap individu
yang terlibat dalam perubahan harus membuka diri. Juga mereka harus berusaha
menghindari dari pembuatan keputusan sebelum semua data dan fakta terkumpul.
Sebab dengan adanya perubahan ini setiap individu memiliki tanggung jawab untuk
selalu menginformasikan fenomena yang terjadi. Semakin banyak informasi yang
diterima manajemen, semakin bagus dalam pembuatan keputusan perubahan. Oleh
karena itu setiap orang yang memiliki potensi harus diikutsertakan secara aktif
dalam proses perubahan ini.
b). Mengkaji motivasi
dan kapasitas perubahan
Perubahan nampaknya sesuatu yang
mudah. Namun keberhasilan perubahan memerlukan kerja keras dan komitmen yang
tinggi mereka yang terlibat dalam perubahan itu. Pada tahap ini setiap individu
yang terlibat dalam perubahan harus dikaji kemampuan mereka, hambatan yang
mungkin timbul, dan dukungan yang akan diberikan.
c). Mengkaji motivasi
agen perubahan dan sarana yang tersedia
Pada tahap ini, diperlukan suatu komitmen
dan motivasi pimpinan dalam proses perubahan. Pemikiran pimpinan untuk
melakukan perubahan harus dipahami betul oleh anak buah dan dapat dipercaya.
Disamping itu, pimpinan harus mau mendengar pemikiran-pemikiran bawahan yang
terkait dengan perubahan itu.
d).Menyeleksi tujuan
perubahan
Pada tahap ini, perubahan harus
sudah disusun sebagai suatu kegiatan secara operasional, terorganisir, berurutan, dan kepada siapa
perubahan itu ditujukan. Untuk itu diperlukan target waktu capaian perubahan.
Bersambung
Lasa Hs
0 Komentar