Kaum difabel memiliki hak yang sama dengan orang lain dalam akses
informasi. Kebutuhan akses informasi dan layanan ini kadang belum mendapat respon
maupun perlakuan yang baik dari perpustakaan. Hak-hak mereka kadang diabaikan
dan dianggap kurang produktif bahkan merepotkan.
Suatu ketika Abdullah bin Ummi Maktum seorang sahabat Nabi Muhammad saw
yang tunanetra itu mohon kepada Nabi
untuk membacakan beberapa ayat dari Al-Quran. Pada saat itu,Rasulullah saw
sedang serius dialog dengan para tokoh Quraisy (Utbah bin Rabi’ah, Abu Jahal,
dan Abbas bin Abdul Muthalib) yang sedang bertamu. Maka beliau kurang
memperhatikan Abdullah bin Ummi Maktum. Sedangkan Abdullah bin Ummi Maktum
kurang menyadari bahwa Nabi saw sedang menerima tamu dan lalu sekali lagi beliau meminta Nabi saw untuk
membacakan ayat-ayat Al-Quran. Nampaknya Rasulullah saw kurang berkenan dengan
sikap Abdullah bin Ummi Maktum ini dan memalingkannya. Sejenak setelah tamu itu
pulang, lalu turunlah S. ‘Abbasa (bermuka masam) yang artinya; 1) Dia bermuka
masam dan berpaling; 2) Lantaran datang kepadanya orang buta itu; 3) Padahal
adakah yang engkau tahu, boleh jadi dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa);
4) atau dia akan ingat, lalu memberi manfaat kepadanya dengan ingatan itu; 5)
adapun (terhadap) orang yang merasa diri cukup; 6) maka engkau menghadapkan
(perhatian) kepadanya”.
Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar 9 Juz 28, 29, 30, : 497 menyatakan bahwa
Ibnu Ummi Maktum adalah seorang sahabat Nabi Muhammad saw yang terkenal.
Satu-satunya tuna netra yanag turut hijrah bersama pada sahabat ke Madinah
adalah Abdullah bin Ummi Maktum ini. Satu-satunyaa seorang tunanetra yang dipercaya
Nabi saw untuk menjadi wakil beliau mengimami shalat di Madinah ketika beliau
ke luar kota dalam waktu lama. Ibu dari Abdullah bin Ummi Maktum ini adalah
saudara kandung dari Ibu yang melahirkan Siti Khadijah (isteri Rasulullah) .
Setelah di Madinah, beliau dipercaya sebagai muadzin disamping Bilal.
Para tunanetra dan penyandang berkebutuhan khusus memiliki hak untuk
mendapatkan layanan publik sama dengan yang lain. Mereka memiliki hak pada:
1.Pendidikan
pada semua satuan. jalur, jenis, dan jenjang pendidikan;
2.
Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan,
pendidikan, dan kemampuannya;
3.Perlakuan
yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya;
4.
Aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya;
5. Rekabilitasi,
bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial, dan:
6. Hak yang
sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan dan kehidupan sosialnya,
terutama bagi penyandang cacat dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
(Undang-Undang
No. 4 Tahun 1997 Pasal 6)
(Lasa Hs)
0 Komentar