Sekitar
tahun 1964, Pak AR ditugaskan sebagai MPH (Majelis Pembimbing Haji) . Pada
waktu itu perjalanan haji masih menggunakan kapal laut. Pak AR berangkat dari
Tanjung Perak Surabaya.
Karena
perjalanan jauh dan lama, maka setiap hari diselenggarakan shalat jama’ah
kemudian diisi kuliah tujuh menit/Kultum tentang agama Islam, khususnya bagi
para calon jama’ah haji. Kira-kira berjalan 3 (tiga) hari, bagian kebersihan
awak kapal mengadu kepada Pak AR: “ Pak tolong diberi tahu kepada jama’ah kalau
membuang kotoran jangan di washtafel. Saya repot setiap pagi harus membersihkan
sak abrek kotoran. “Baik , nanti saya
beri tahu” kata Pak AR. Pada malam harinya setelah jama’ah shalat maghrib di
mushala kapal, Pak AR mengadakan kultum dengan topik an nadhafatu minal iman. Setelah selesai kultum, Pak AR memberi
kesempatan tanya jawab atau usul-usul. Banyak yang tanya dan usul. Diantaranya
ada yang usul demikian “Pak AR mbok tempat hajatnya (WC) itu jangan
tinggi-tinggi. Saya jadi susah sekali kalau mau buang hajat”. Pak AR tersenyum
karena yang dicari ketemu, siapa yang suka buang hajat di washtafel. Malam itu
juga Pak AR menemui orang itu dan memberi tahu, kalau washtafel itu bukan untuk
membuang hajat, tetapi untuk cuci tangan atau muka, sedang untuk buang hajat
ada tempatnya sendiri. Pagi harinya bagian kebersihan kapal menemui Pak AR
sambil tersenyum berkata :” Terima kasih Pak AR” “Terima kasih kembali: Jawab Pak AR memberi
senyum.
Lasa Hs.
0 Komentar