Ketika itu, Pak AR sudah menjadi
Ketua PP Muhammadiyah. Kalau ke Jakarta atau ke kota lain sering ketemu orang
dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk pejabat atau pengusaha. Di antara
pejabat atau pengusaha itu sering mengaku sebagai warga Muhammadiyah. Ada yang
karena neneknya atau kakeknya sebagai orang Muhammadiyah. Ada yang mengaku
bahwa beliau pernah sekolah di sekolah Muhammadiyah, mekipun hanya Taman
Kanak-Kanak atau Sekolah Rakyat/Sekolah Dasar.
Diantara
para pejabat atau pengusaha itu yang memberi uang kepada Pak AR. antara lain;
Ir. H.M. Sanusi (Allahu Yarham), H. Mintardja, S.H., Jenderal Sarbini, Mayjen
Maryadi (mantan Dirut PN Sandang), Drs. H. Sonhadji, H. Djunaidi. Mereka
memberi uang ada yang 2 juta, 3 juta rupiah, 5 juta rupiah , bahkan ada yang
memberi 10 juta rupiah. Uang itu lumayan banyak saat itu.
Biasanya,
sehabis pulang dari dakwah dan mendapat uang, lalu saya (Sukriyanto, penulis
buku ini) yang diutus untuk mengantarkan uang itu kepada Bapak H. Zubeir Kohari
(Allahu Yarham) atau Bapak Djindar Tamimy.
Melihat hal itu Fauzi (putera Pak AR yang lain dan kini dokter) nyeletuk bilang
”Talang kok ora teles”(Talang kok
tidak basah). Kata Pak AR :” Ini talang
plastik, jadi tidak basah”.
Pak AR memberi penjelasan kepada anak-anaknya,
bahwa kalau beliau tidak menjadi Ketua PP Muhammadiyah tentu tidak mungkin ada
orang yang memberi uang sebanyak itu. Oleh karena itu, jangan sampai ada
pemikiran untuk memperoleh bagian dari titipan itu. Mereka
member[ uang itu untuk Muhammadiyah, karena mereka memiliki kepercayaan dan
komitmen dengan perjuangan Muhammadiyah dan saya (Pak AR) sebagai Ketua PP
Muhammadiyah” kata Pak AR.
Ini adalah contoh pemimpin yang amanah
, tidak memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri.
(Sumber:
Anekdot dan Kenangan Lepas Tentang Pak AR – oleh Sukriyanto, 2013).
0 Komentar