Orang-orang yang kurang yakin adanya akhirat
berpendapat bahwa hidup di dunia ini adalah segalanya. Mereka tidak percaya
bahwa di balik kehidupan dunia ini, nanti ada kehidupan lain. Sukses tidaknya
kehidupan seseorang kadang diukur dalam kehidupan yang sesaat ini. Keberhasilan
mereka kadang diukur dengan pencapaian sesuatu yang dapat dilihat dengan mata
seperti banyaknya harta, tingginya kedudukan, pangkat, jabatan (struktural atau
fungsional), pendidikan anak-anak, dan lainnya. Dengan pengejaran keberhasilan
seperti ini, tidak sedikit orang yang menempuh jalan pintas. Mereka tak
segan-segan melanggar norma, etika, dan peraturan yang berlaku. Mereka tidak
malu lagi untuk melakukan penipuan, manipulasi, korupsi, plagiasi, pemalsuan
ijazah, dan kebohongan publik. Bahkan melakukan perbuatan tidak senonoh
merupakan kebanggaan. Dengan perilaku ini berarti mereka tidak lagi meyakini
adanya pengadilan akhirat. Seolah-olah semua masalah itu cukup selesai di dunia
ini.
Dalam hidup ini, mereka lupa
bahwa apa yang mereka kejar-kejar itu hanya bernilai sementara. Apa yang
dimakan akan menjadi tanah, apa yang
dipakai akan rusak, kedudukan seseorang pada saatnya nanti akan diganti oleh orang lain, aset trilyunan
rupiah mungkin akan menjadi rebutan bahkan fitnah.
Dalam pengejaran ini kadang terdorong oleh hawa nafsu dan
terjerumus pada pemikiran sesaat serta perilaku yang memalukan. Saat-saat yang
singkat di dunia ini akhirnya dihabiskan untuk menebus akibat penurutan hawa
nafsu. Kadang mereka menghabiskan sisa umur itu justru di penjara.
Pada hidup yang sekarang ini, manusia hanya
menanti kedatangan petugas yang akan menjemput manusia untuk pulang. Di dunia
ini hanya sementara. Kampung halaman manusia yang sebenarnya bukan di sini. Di
sini manusia hanya mampir sejenak. Manusia akan diberi kehidupan yang lebih
abadi. Kehidupan yang jauh dari anak isteri, tetangga, kenalan, dan jauh dari
orang tua. Cuma kapan waktunya, manusia tidak diberitahu. Maka perlu
direnungkan nasehat nenek moyang kita :”Wong
sing ciloko iku yen lali mulih. Sangune dudu rojo brono, ananging manembah mring
kang Kuwoso lan laku utomo”. (orang
yang celaka adalah mereka yang tidak menghiraukan lagi bahwa dirinya akan
pulang (mati). Bekalnya adalah ibadah kepada Allah dan amal shaleh).
Dengan renungan ini dapat dipahami bahwa manusia
hidup ini sebenarnya dalam masa penantian atau menunggu kedatangan sesuatu yang
penuh misteri. Dalam penantian saat menegangkan itu, manusia bisa mengalami
keadaan yang menyenangkan, tetapi juga bisa mengalami keadaan yang mengerikan.
Kematian pasti menjemput manusia, meskipun mereka lari ke puncak gunung. Mati itu hanya satu, namun ribuan cara
manusia mati.
Sebelum kematian menghampiri
manusia, perlu dipahami gambaran saat-saat sakaratul maut, sejenak setelah roh
pisah dengan jasad, dan adanya pertanyaan kubur. Perlu dipahami pula setelah
roh pisah dengan jasad, lalu jasad itu diapakan oleh sanak famili atau
tetangga. Sebab sosok manusia itu nanti dibagi menjadi 3 (tiga) yang semuanya
akan kembali., Roh manusia akan kembali pulang ke hadirat Allah, hasil kegiatan manusia efeknya akan kembali
pada manusia itu sendiri (baik buruk), dan jasad manusia akan kembali ke bumi
yang akan menjadi santapan belatung.
Lasa Hs.
0 Komentar