Munculnya
Muhammadiyah Disaster Management Center ini untuk merespon kebutuhan dakwah
Muhammadiyah terutama dengan banyaknya bencana yang terjadi di Indonesia. Untuk
penanganan korban bencana ini, membutuhkan sistem koordinasi dan komando yang
baik. Maka dalam salah satu keputusan
Muktamar ke-46 di Yogyakarta adalah pembentukan Lembaga Penanggulangan Bencana
(LPB) Muhammadiyah. Sesuai tata aturan organisasi dalam Muhammadiyah, lembaga
memiliki cakupan yang lebih kecil dari majelis dan struktur hirarkhi organisasinya
hanya di pusat, wilayah, dan daerah.
Keberadaan divisi penanggulangan
bencana ini sudah terbentuk sebelum
dibentuk secara resmi LPB pada Muktamar ke-46 di Yogyakarta. Pada saat Muktamar
ke-45 di Malang, diputuskan pembentukan Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan
Sosial (MKKS) yang dua tahun kemudian membentuk Pusat Penanggulangan Bencana
Muhammadiyah. Atas inisiasi dr. Sudibyo Markus yang menjadi ketua majelis saat
itu, diusulkan branding Pusat Penanggulangan Bencana Muhammadiyah dalam bahasa
Inggris yakni Muhammadiyah Disaster
Management Center (MDMC) untuk kepentingan internasionalisasi dakwah
Muhammadiyah di bidang kebencanaan dan menjalin kerjasama dengan lembaga
internasional. Dalam perjalanannya, nama MDMC lebih familiar didengar dari pada
nama resminya yakni LPB.
Sebelum memiliki lembaga resmi, kegiatan penanggulangan bencana
Muhammadiyah lebih bersifat sementara (ad
hoc). Saat terjadi bencana besar seperti Tsunami Aceh 2004 dan gempa
Yogyakarta-Jawa Tengah 2006, Pimpinan Pusat Muhammadiyah membentuk Komite
Muhammadiyah Pemulihan Aceh (KMPA) dan Posko Muhammadiyah. Kerjasama
internasional Muhammadiyah dalam bidang kebencanaan sudah terjalin sejak 2004
saat berbagai lembaga non pemerintah internasional bekerjasama untuk penyaluran
bantuan pemulihan Tsunami Aceh. Namun proyek formal Muhammadiyah dan lembaga
internasional di bidang kebencanaan pertama adalah saat gempa Yogyakarta-Jawa
Tengah dengan inisiasi People Kampong
Organized (PKO) bersama AUSAID pada 2006.
Kiprah lain Muhammadiyah dalam bidang kebencanan sebelum
terbentuknya LPB adalah inisiasi program Child
Disaster Awareness for Scholl and Communities (CDASC) bekerjasama dengan
AUSAID. Program ini merupakan program pendidikan kewaspadaan bencara untuk
siswa sekolah dan masyarakat yang berlangsung antara 2006-2008. Program
tersebut dilanjutkan dengan Hospital and
Community Preparedness for Disaster Management (HCPDM) pada 2008-2011 yang
bekerjasama dengan Pemerintah Australia. Selain itu Muhammadiyah juga menjadi
inisiator Konsorsium Pendidikan Bencana (KPB) pada 2009. Di tahun yang sama
saat terjadi gempa di Sumatera Barat, Muhammadiyah juga membangun Posko
Muhammadiyah yang mengorganisir pengumpulan dan penyaluran bantuan untuk
penyintas bencana Sumatera Barat. Pada ranah internasional, konflik
Israel-Palestina yang meletus pada 2009 dan menjadi isu internasional juga
memanggil Muhammadiyah untuk berkontribusi menggalang dana kemanusiaan.
Setelah Lembaga Penanggulangan Bencana resmi dibentuk, tahap awal yang menjadi prioritas
pimpinan LPB PP Muhammadiyah adalah Budi
Setiawan, S.T., adalah percepatan
pembentukan LPB di wilayah dan daerah. Pendirian LPB ini sangat urgen, maka
tidak harus menunggu terjadi bencana di
wilayah atau daerah tesebut. Baru di periode kedua muktamar, LPB bisa berdiri
di sebagian besar wilayah Indonesia. Pada
periode kedua ini, LPB memiliki lima divisi yakni: Organisasi dan Kepemimpinan,
Pendidikan dan Latihan, Jaringan dan Kerjasama, Tanggap Darurat dan
Rehabilitasi Rekonstruksi, Pengurangan Risiko Bencana dan Kesiapsiagaan.
Dengan lima divisi tersebut, membuat aktivitas penanggulangan bencana oleh LPB PP Muhammadiyah semakin baik, karena adanya koordinasi dengan
wilayah dan daerah. Kegiatan rutin LPB merujuk pada kelima divisi tersebut. Di
luar tugas rutin, LPB juga meneruskan kerjasama internasional dengan lembaga
pemerintah ataupun non pemerintah dari luar negeri, antara lain Volcano Community-Hospital Ring (VaChri)
bersama Direct Relief Amerika Serikat pada 2011, Hospital Preparedness and Community Readiness for Emergency and
Disaster (HPCRED) I yang berlangsung 2015-2016 dan HPCRED II yang
berlangsung (2016-2018), serta Preparing
to Excel in Emergency Response (PEER) bekerjasama dengan Catholic Relief Services Amerika Serikat
pada 2017. Di dalam negeri, Muhammadiyah juga bemitra dengan Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan menginisiasi Sekolah dan Madrasah Aman Bencana pada
tahun 2016.
LPB Muhammadiyah menjadi mitra yang
sangat diandalkan pemerintah dalam penanggulangan bencana di Indonesia. Setelah
dibentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menjadi kelanjutan
dari Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana pada 2008, hubungan
Muhammadiyah semakin erat dalam kerja-kerja kemanusiaan. Relawan LPB sering
mendahului relawan pemerintah dan lembaga kemanusiaan lain saat terjadi
bencana. Sepanjang dua periode LPB, sudah melakukan lebih dari 100 respon
bencana dengan jutaan penerima manfaat. Yang terkini, Muhammadiyah menginisiasi
Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) dalam rangka merespon pandemi
Covid-19 dengan koordinator pertama dr. Corona Rintawan, salah satu pimpian
LPB, yang kemudian ditarik membantu Gugus Tugas Nasional Covid-19. Dibentuknya
MCCC satu pekan lebih awal dari dibentuknya gugus tugas nasional Covid-19 oleh
pemerintah Republik Indonesia.
LPB membentuk Komunitas Relawan Muhammadiyah (KRM) yang diharapkan
menjadi institusi yang mewadahi relawan Muhammadiyah dari unsur pimpinan dan
ortom Muhammadiyah. Klaster yang saat ini dimiliki dan menjadi andalan
Muhammadiyah dalam penanggulangan bencana adalah, Medis, Search and Rescue (SAR), Psikososial, dan Dapur Umum. LPB menjadi
satu-satunya organisasi yang tecatat di WHO memiliki emergency medical team. Tim medis Muhammadiyah pernah dikirimkan
untuk membantu penyintas bencana topan Haynan di Filiphina (2013) dan pengungsi
kekerasan rasial di Rakhine State Myanmar dan Coxz Bazar Bangladesh (2017).
Dalam melakukan kegiatan
penanggulangan bencana, LPB selalu bersinergi dengan LAZISMU sebagai lembaga
penghimpun dan penyalur ZIS Muhammadiyah. Saat melakukan respon, LPB ditugaskan
PP Muhammadiyah sebagai leading sector
yang berkerjasama dengan majelis lembaga terkait seperti LAZISMU, MPKU, MPS,
Dikdasmen, Diktilitbang dan ortom dengan bendera One Muhammadiyah, One Respons yang diinisasi sejak 2017. Ada
beberapa ranting Muhammadiyah yang terbentuk setelah kegiatan respon
kebencanaan LPB di berbagai daerah sebagai wujud dampak dakwah Muhammadiyah
dalam bidang kebencanaan. (Ghifari
Yuristiadhi M. Makhasi)
0 Komentar