HUKUM SALAT
BERMASKER
Tulisan – 2
Pada dasarnya mendirikan shalat
dalam keadaan tertutup wajah tidaklah dianjurkan. Hal ini sesuai dengan hadis
berikut:
Artinya:” Dari Abu Hurairah (diriwaatkan) ia
berkata:”Rasulullah saw melarang seseorang menutup mulutnya di dalam salat (HR.
Ibnu Majah)
Dalam rangkaian sanad hadis ini
terdapat rawi (orang yang meriwayatkan hadis) bernama al-Hasan bin Zakwan yang
diperselisihkan kemakbulan riwayatnya oleh para kritikus hadis. Sebagian lebih
banyak menganggapnya rawi yang dhaif
(lemah) karena sering melakukan kekeliruan, melakukan tadlis dan dalam riwayat hadis ini menggunakan formula ’an’anah (’dari’) . sebagian lain
menganggap hadisnya hasan dengan alasan Yahya bin Sa’id, ahli hadis terpercaya,
meriwyatkan hadisnya (Mizan al-i’tidal, II: 236-237, nomor 1847).
Dalam hadis ini
terdapat larangan menutup sebagian wajah, namun, seandainya hadis ini dipandang
makbajarul sesuai pendapat yang
menyatakannya hasan, maka larangan tersebut tidak sampai pada hukum haram. Hal
ini ditunjukkan oleh Ibnu Majah sendiri yang meletakkan hadis tersebut pada bab
Ma Yukrahu fi ash-shalah (hal=hal
yang tidak disukai (makruh) dalam shalat. Selain itu, larangan dalam hadis ini
pun tidak berlaku umum karena memiliki sebab yang khusus, yaitu agar tidak
menyerupai kaum Majusi di dalam beribadah sebagaimana diinformasikan dalam
kitab Syarh Sunan Abi Dawud karya Badr ad-Din al-’Aini.
Oleh karena itu, menutup sebagian wajah
dengan masker ketika shalat berjamaah di masjid atau mushala dalam keadaaan
belum bebas dari pandemi Covid – 19 seperti sekarang ini tidak termasuk dalam
larangan di atas dan tidak merusak keabsahan shalat. Apalagi pada masa ancaman
wabah seperti sekarang ini, masker merupakan salah satu alat pelindung diri
yang sangat dianjurkan dipakai ketika berada di luar rumah, termasuk ketika
harus ke masjid atau mushala untuk shalat berjamaah. Dengan demikian, masker
telah menjadi suatu kebutuhan (al-hajjah)
mendasar yang mendesak untuk dipenuhi. Hal ini selaras dengan kaidah fikih al hajah tanzilu manzilah adh-dharurat
(adanya suatu kebutuhan menempati kondisi kedaruratan).
(sumber: Suara
Muhammadiyah edisi khususTh. Ke-105, Juli 2020)
Bersambung
0 Komentar