“UMAT ISLAM MEMANG BERLAPANG DADA”
Sepenggal sejarah perjuangan sang juru bicara Islam Ki Bagus Hadikusumo
Muhamad Jubaidi
Jubaidimuhamad25@gmail.com
Dikutip dari buku
“ Perjuangan yang dilupakan”
Karya Lizki Lesus,
yang diterbitkan oleh Pro-U Media, Yogyakarta 2017
Atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongngkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaanya, bunyi alenia ke-3 pembukaan UUD 1945 adalah
konseptual yang menjadi dasar secara de
jure syah secara konstitusional sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
Rasanya
bersyukur dan haru setiap mendengar kalimat tersebut sewaktu mengikuti upaca
bendera kala itu, sungguh hebat dan bersahajanya para pendahulu kita, meletakan
kata rahmat Allah sebagai dasar kesepakatan bersama dalam merumuskan dasar
negara ini. Republik ini sangat luas
kawan, ribuan pulau menjulang dari Sabang hingga Merauke, 1.340 suku bangsa dan
6 keyakinan beragama yang diakui.
Sudah
tentu tidaklah mudah untuk mempersatukan tekat dalam satu kata merdeka dari persamaan rasa sebagai
bangsa yang terjajah ditengah keberagaman yang melekat didalamnya, jikalau para
pendahulu kita tidak memiliki rasa khitmad dan keyakinan akan hadirnya Rahmad
Allah Yang Maha Kuasa dengan jalan perjuangan jihat fi sabilillah dimedan
perang dan juga deplomasi waktu itu.
Maka
Dalam tulisan ini penulis mencoba merefleksikan kembali, menghadirkan jiwa
semangat Mujahid yang telah mendahului kita dalam merebut kemerdekaan hingga
menyatukan dalam satu ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
kita cintai ini. Dari sepenggal kisah perjuangan
Ki Bagus Hadikusumo sebagai wakil Islam dalam merumuskan dasar negara Republik
Indonesia , dalam buku yang berjudul “Perjuangan yang dilupakan” Karya Lizki
Lesus.
Penulis
mencoba menarasikan kembali peristiwa yang terjadi dalam sidang dewan
konstituante hasil pemilu tahun 1955 di gedung merdeka Bandung. Menjadi menarik
untuk di jadikan pembahasan karena yang di perdebatkan kala itu adalah sebuah
rancangan Undang-undang Negara Indonesia.
Kembalinya Indonesia sebagai negara kesatuan, menjadi pertanyaan besar atas dasar apa NKRI
ini?, merujuk rangkaian peristiwa yang sudah terjadi waktu itu, Mr. Kasman Singodimejo sebagai mantan Daidancho
(Komandan Daidan/ Batalion) PETA, cikal bakal TNI itu, yang saat itu di daulat
sebagai wakil dari fraksi Masyumi sedang menyampaikan pandangan Fraksinya di
atas podium, tepatnya pada tanggal 2 Desember 1957 hadir membersamainya diantaranya
Isa Anshary, Saifuddin Zuhri, Prawoto, Abdul Kahar Muzakir dan ratusan peci
lainya yang waktu itu menahan penat penuh haru mendengarkan pandangan yang disampaikan oleh
Mr. Kasman Singodimejo sang singa podium.
Sepenggal isi pidato yang terucap oleh Mr. Kasman Singodimejo, yang
mampu menggerakan mata batin kita
untuk sekedar memaknai jalan terjal perjuangan itu benar adanya.
“ Saudara Ketua, saya masih ingat bagaimana
ngototnya almarhum Ki Bagus Hadikusumo, ketua Umum Pusat Pimpinan Muhammadiyah yang pada waktu itu sebagai anggota Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indoensia mempertahankan agama Islam dimasukan ke dalam
Mukaddimah dan Undang-Undang Dasar 1945. Begitu ngotot saudara ketua, sehingga
Bung Karno dan Bung Hatta pun tidak dapat mengatasinya, sampai-sampai beliau
menyuruh Mr. T.M Hasan sebagai putera Aceh untuk membujuk menenteramkan Ki
Bagus Hadikusumo. Hanya dengan kepastian dan jaminan bahwa 6 bulan lagi sesudah
Agustus 1945 itu akan dibentuk sebuah Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Majelis
Pembuat Undang-Undang Dasar Negara guna memasukkan materi Islam ke dalam
Undang-Undang Dasar yang tetap, maka bersabarlah Ki Bagus itu untuk
menanti, Saudara ketua ketua, kini juru
bicara Islam, Ki Bagus Hadikusumo, itu telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya,karena
telah berpulang ke rahmatullah. Beliau
telah menanti dengan sabarnya, bukan 6 bulan seperti yang telah dijanjikan
kepadanya. Beliau menanti sampai dengan
wafatnya!”. “Saudara Ketua, apabilapada
waktu itu (tanggal 18 Agustus 1945) pemimpin-pemimpin Islam tidak berkepala
batu, tetapi bahkan menerima baik untuk menunda mengenai materi-materi Islam itu,
mengingat susana waktu itu. Saudara
Ketua, maka hal menjadi bukti untuk kesekian kalinya bahwa umat Islam memang
berlapang dada. Semoga pada waktu
sekarang ini Dewan Konstituante sini dada itu telah maksimal. Paling banyak dada itu tinggal meledak!
Allahu Akbar, Allahu Akbar! Allahu Akbar”.
Kutipan
Isi pidato yang disampaikan dengan lantang oleh Mr. Kasman Singodimejo,
bergeliat melahirkan pertanyaan besar, sebenarnya apa yang telah terjadi 75
tahun silam kala itu?, sebagaimana tampak guratan wajah Ki Bagus Hadikusumo
sebagai tokoh Islam berjuang dengan
sekuat tenaga memasukan materi-materi Islam dalam dasar negara, pria teguh
dengan busana blangkon, sarung dan kacamata hitam khasnya, dan kini beliau
telah kembali menghadap sang khaliq, akankan janji itu tertunaikan?
Lantas
bagaimana dengan keadaan saat ini?, Wajah Ki Bagus mulai kembali terbayang
tatkala sebagian orang mencoba merorong Pancasila sebagai dasar negara yang
dihasilkan melalui kesepakatan dan kelapangan dada golongan Islam waktu, akan kah tetap menjadi Pancasila atau berubah menjadi Tri Sila-Eka Sila
atau kembali menjadi bola liar di tangan para pemangku suara rakyat saat ini.
Semoga
sepenggal kisah tentang heroiknya para pendahulu dalam merumuskan dasar negara
ini, dapat menjadikan kita sejenak melihat kejadian massa lalu, bagaimana
memaknai kesungguhan, ketulusan serta keihklasan dalam berjuang, berdakwah
mewujudkan cita-cita kebangsaan yang benar-benar merdeka dari penjajahan bangsa
asing . selanjutnya bagi generasi penerus bangsa marilah kita isi bersama
kemerdekaan ini dengan pembangunan fisik dan mental sehingga negara ini
disegani sebagai negara yang berdaulat adil dan makmur, baldatun thayyibatun wa
rabbun ghafur.
“Perjuanganku Lebih Mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan
kalian akan lebih berat, karena melawan saudara sendiri”
(Quote Ir. Soekarno Presiden RI Pertama)
0 Komentar