Oleh
Muhammad Jubaidi
Pustakawan UMY
Sebagai lembaga nonprofit,
perpustakaan tidak perlu mengukur untung rugi dari suatu inovasi. Dengan
inovasi baru seperti memasukkan unsur kuliner ke perpustakan merupakan langkah
yang mampu menarik pemustaka. Dengan langkah ini ternyata mampu menyedot
pemustaka untuk melakukan berbagai aktivitas di perpustakaan. Melalui penataan
ruang perpustakaan sebagai ruang publik ternyata mampu menyedot masyarakat
untuk beraktivitas di perpustakaan.
Sekedar contoh adalah apa yang
dilakukan Perpustakaan UMY. Perpustakan UMY telah melakukan penataan ruang yang milenial banget, dengan
kuliner masuk perpustakaan. Langkah ini ternyata membuat para mahasiswa merasa betah dan berlama-lama
beraktivitas di ruang perpustakaan. Karena
memang ruangnya bersih, terang, ber AC, kursi warna warni, dan tersedia kopi.
Di ruang publik ini, para dosen bisa menerima tamu, diskusi dengan mahasiswa,
mahasiswa bisa ujian online, belajar di bilik mandiri, berdiskusi kelompok,
belajar sambil ngopi, bahkan tidak sedikit mahasiswa yang melakukan shooting di
ruang Muhammadiyah Corner.
Dengan penataan ruang
melinial ini, warga kampus merasa bangga. Tak heran bila pada saat visitasi
(fisik) akreditasi prodi, asesor dibujuk-bujuk untuk bisa berkunjung ke
perpustakaan.
Dulu memang dalam
akreditasi, perpustakaan seolah-olah sebagai pelengkap. Namun dengan perubahan
penampilan dan layanan, kini perpustakaan menjadi kebanggaan warga kampus.
Dari pengalaman
mengkolaborasikan kedai kopi dengan perpustakaan ini, maka dalam layanan
perpustakaan perlu inovasi dengan memperhatikan dan mengakomodir keinginan
masyarakat pemustakanya.
Kedai kopi di perpustakaan merupakan
daya pikat tersendiri. Konsep ini memberikan fasilitas untuk tidak sekedar
minum kopi, tetapi penikmat kopi itu bisa menikmati kopi sambil belajar,
diskusi, ngobrol ngalor ngidul, dan lainnya. Maka untuk lebih menarik sebaiknya
di ruang itu juga disediakan fasilitas acccess
free wifi yang kenceng.
Paradigma lama bahwa di perpustakaan
tida boleh makan, tidak boleh minum, tidak boleh berisik, kumuh, pustakawan
galak, dan lainnya perlu ditinjau kembali.
Kekhawatiran sisa makanan di
ruang perpustakaan untuk mendatangkan tikus tidak perlu menugaskan dokter hewan
di perpustakaan. Keraguan makanan yang dibawa pemustaka di perpustakaan bergizi atau tidak, kiranya tidak perlu
menugaskan ahli gizi di perpustakaan. Kekhawatiran kehilangan buku yang
mengakibatkan kerugian, kiranya tidak perlu menugaskan doktor ekonomi bertugas
di perpustakaan.
Untuk merubah paradigma
perpustakaan semestinya kita berpikir realistis, profesional, dan proporsional
berkemajuan.
-------------------
0 Komentar