Hati
itu Mengerakkan
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa hati
manusia itu dapat menggerakkan manusia untuk melakukan aktivitas. Hati akan
menentukan baik buruknya perbuatan seseorang. Apabila hati itu baik, maka akan
baik pula perbuatan seseorang. Baiknya perbuatan seseorang ini akan dirasakan oleh
lingkungan dan masyarakat pada umumnya. Sebaliknya apabila hati itu jelek,
sakit,dan kotor maka akan buruk pula
akibat perbuatan seseorang. Perbuatan ini akan menimbulkan keresahan,
kerusuhan, bahkan anarkhis yang menyengsarakan masyarakat.
Dalam hal ini, Rasulullah Saw
menegaskan dalam salah satu sabdanya yang artinya: Ingatlah, bahwa dalam tubuh
manusia ada segumpal daging, apabila daging ini baik, maka baik pula seluruh
tubuh. Jika hati itu rusak/sakit, maka rusak/sakit pula seluruh tubuh, ketahuilah
bahwa benda itu adalah hati”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Untuk itu manusia harus mampu
menggunakan hati sebagai sarana hidup ini dengan sebaik-baiknya. Sebab
penggunaan perangkat hidup manusia
seperti mata, telinga, dan hati harus dipertanggung jawabkan di dunia ini
maupun di akhirat nanti. Perbuatan manusia tidak cukup untuk
dipertanggungjawabkan di dunia ini. Hidup masih ada kelanjutannya lagi dan mati
bukan berarti segelanya selesai. Manusia masih akan mengalami kehidupan
selanjutnya untuk mengetahui akibat perbuatannya selama ini. “Allahlah yang
Menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih
baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa dan Maha Pengampun” demikian Allah menegaskan
dalam Q.S. AMulk: 2.
Dalam hal tanggung jawab perbuatan
manusia ini, Allah Swt menegaskan dalam firmanNya yang artinya:” Dan janganlah
kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran,
penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya”.
(Q.S. Al-Isra’: 36).
Di era keterbukaan informasi ini
kita perlu hati-hati dalam memilih paham, pemikiran, dan tindakan. Jangan
sampai hanya ikut-ikutan pada suatu paham, gerakan, dan apapun namanya justru akan menjermuskan
diri kita. Dalam bahasa Jawa perilaku hanya ikut-ikutan saja dikatakan anut grubyuk ora ngert rembug (hanya
ikut-ikutan pada (paham, gerakan, kelompok) tetapi tidak memahami substansi
(baik buruk, manfaat tidaknya). Sebab ternyaa tidak sedikit, orang yang terjerumus gara-gara
diiming-imingi seratus ribu rupiah. Akhirnya mereka menyesal dan kadung masuk
penjara.
Informasi yang diterima melalui
telinga (mendengar) melalui mata (membaca) harus diseleksi dan dipikirkan betul
benar tidaknya dan manfaat maupun madharatnya. Sebab di era ini tidak sedikit
orang yang mudah dihasut melalui media sosial lantaran adan pesan berantai.
Padahal pesan itu belum tentu benar.
Percaya atau tidak atas kehidupan
berikutnya terserah pribadi masing-masing. Sebab masalah kehidupan sesudah mati
merupakan masalah gaib. Masalah gaib ini hanya disampaikan oleh orang-orang
terpilih dan suci yakni para rasul dan nabi. Apa yang mereka sampaikan itu
bukan sekedar hawa nafsu mereka. Apa yang para rasul sampaikan itu betul-betul
wahyu dari Allah. Hal ini sebagaimana ditegaskan Allah Swt dalam Q.S. An Najm:
1-5 yang artinya :” Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) itu tidak
sesat dan tidak keliru. Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut keinginannya. Tidak
lain bahwa (Al-Quran) itu adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). Yanag
diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat”.
Bersambung
0 Komentar