Manusia merupakan makhluk mulia dan memiliki tanggung jawab besar terhadap tatakelola alam ini. Manusia mendapat amanah dan tugas berat terhadap Allah dan makhluk lantaran kelebihannya dibanding makhluk lain. Allah Swt menegaskan dalam firmanNya :”Dan sungguh Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami bawa mereka di darat dan di laut, dan Kami beri rizki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”.
Dalam berbagai literatur dapat disimpulkan bahwa manusia memiliki
beberapa kewajiban antara lain: beribadah,
belajar, dan bekerja.
1.
Beribadah
Kewajiban beribadah ini sebagaimana dimaksud dalam Firman Allah Swt dalam
Q.S. Adz Dzariaat: 56 yang artinya :”Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. Ibadah yang dimaksud disini bukan
sebatas ritual saja. Ibadah di sini mencakup beragam aspek, baik ibadah
individual maupun ibadah sosial. Dalam melaksanakan ibadah ini harus disertai
keikhlasan dan ketulusan hati.
Kiranya perlu disadari bahwa seseorang belum dikatakan sebagai orang beriman
dengan hanya menjalankan shalat wajib sehari semalam lima kali. Namun juga
harus dilengkapi dengan ibadah sosial. Ibadah bukan sekedar melaksanakan wajib
(shalat, puasa, zakat dll) tetapi harus memberikan manfaat secara sosial.
Rasulullah Saw
menegaskan dalam salah satu sabdanya :”Jika seseorang meninggal dunia, maka
amalnya terputus kecuali 3 (tiga) perkara yakni sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat,
dan anak shaleh yang mendo’akan kedua orang tuanya”. (H.R. Muslim).
2.
Belajar
Sebagai khalifah di muka bumi, manusia dibekali kemampuan berpikir. Agar
pikiran ini terpelihara dan terus berkembang, maka agama memerintahkan manusia
untuk selalu belajar. Belajar memiliki arti penting terutama untuk aktualisasi
diri sebagai hamba Allah (abdullah)
dan sebagai khalifatan fil ardhi.
Memang berbeda antara orang berilmu dengan orang yang tidak berilmu.
Rasulullah Saw menegaskan dalam sabdanya :” Keutamaan orang berilmu diatas ahli
ibadah bagaikan keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang-bintang.
Sesungguhnya ulama itu pewaris para Nabi. Para Nabi tidak mewariskan dirham dan
dinar. Mereka mewariskan ilmu. Maka barangsiapa yang mengambilnya, sungguh dia
telah mengambil keberuntungan yang besar”. (H.R. Abu daud).
3.
Bekerja
Bekerja merupakan eksistensi diri, membahagiakan orang lain, kemandirian,
dan menggerakkan ekonomi. Pekerjaan apapun tidak masalah asal dilakukan dengan
ikhlas, profesional, dan halalan
thayyyiban.
a. Halalan thayyiban.
Dalam memeroleh rizki/bekerja dituntut bernilai halal dan baik/berkualitas.
Seorang muslim tidak boleh melakukan pekerjaan yang disitu ada unsur haram
(cara memeroleh, maupun dzat/barang yang diperoleh).
b. Tidak menjadi beban orang lain
Orang yang bekerja akan menghasilkan sesuatu, memberikan kabahagiaan, dan
tidak menjadi beban orang lain. Sebab, sebaik-baik rizki itu bila diperoleh
dari keringat sendiri. Jangan sampai hidup ini membebani orang lain apalagi
menjadi benalu bagi orang lain.
c. Mencukupi kebutuhan keluarga (sa’yan
’ala ’iyalihi)
Sebagai kepala rumah tangga memiliki tanggung jawab untuk mencukupi
kebutuhan keluarga (isteri & anak-anaknya). Keluarga merupakan amanah dan
investasi dunia dan akhirat. Untuk itu perlu dipenuhi kebutuhan mereka.
Rasulullah Saw besabda:” Tidaklah seseorang memeroleh hasil terbaik melebihi yang dihasilkan
tangannya. Dan tidaklah sesuatu yang dinafkahkan seseorang kepada diri,
keluarga, anak, dan pembantunya kecuali dihitung sebagai sedekah”. (H.R. Ibnu
Majah)
d. Meringankan beban hidup teteangga (ta’aththufan ’ala jarihi).
Islam menganjurkan adanya solidaritas sosial. Tetangga itu sebenarnya
saudara kita. Tetanggalah yang lebih dulu diminta tolong bila kerepotan. Ketika
sakit,tetanggalah yang lebih dulu menolong. Bukan anak kandung yang dokter dan
tingggal jauh disana.
Apabila orang itu
bekerja, dari segi lain tidak merepotkan tetangga. Tetangga tidak harus
dibayangi kehidupan ekonomi kita bila kita bekerja.
Nur Hasyim Latif.
0 Komentar