SPIRITUAL QUOTIENTS
Tulisan – 3
Agama dan Kecerdasan Spiritual
Pada sebagian
besar ajaran agama menganjurkan kepada pemeluknya untuk mencapai kecerdasan
spiritual atau aktualisasi diri. Yakni aktualisasi diri di hadapan Allah dan
eksistensi diri di mata manusia. Pelaksanaan ibadah mahdhah dengan benar dan ikhlas merupakan salah satu upaya
aktualisasi diri manusia di hadapan Allah Swt.
Demikian pula
dengan amal saleh. Dengan amal saleh yang dilakukan dengan ikhlas merupakan usaha
eksistensi diri dalam pandangan makhluk. Pelaksanaan ibadah dengan ikhlas ini
merupakan kecerdasan spiritual yang tinggi. Ikhlas adalah dorongan kuat
berdasarkan kesadaran tinggi untuk melaksanakan kegiatan tanpa mengharap
balasan apapun. Tujuan utama keikhlasan dan diterimanya amal saleh itu untuk
mendapat ridha Allah Swt.
Disamping itu ada
pula pelaksanaan ibadah itu didasarkan pada ketakutan (fear motivation). Yakni takut pada azab dan siksa di dunia, di
kubur, dan siksa di alam akhirat). Ada pula mereka yang melaksnaakan ibadah dan
amal saleh itu karena adanya pengharapan (raja’)
sebagai reward motivation. Cara
inipun telah menunjukkan kecerdasan spiritual meskipun motivasinya karena takut
dan adanya pengharapan.
Keikhlasan dalam
melaksanakan ibadah mahdhah dan amal
saleh merupakan kecerdasan spiritual yang tinggi dan memang dianjurkan. Hal ini
sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. Al Bayyinah: 5 yang artinya :” Mereka itu tidak diperintah kecuali untuk
melaksanakan ibadah kepada Allah dengan ikhlas dalam melaksanakan ajaran dan
syari’at agama, lurus, dan mendirikan shalat, mengeluarkan zakat. Itulah agama
yang kurus”.
Nilai ibadah itu
tergantung motivasinya atau dalam bahasa agama disebut niat. Maka bisa saja ada
amalan akhirat tetapi bernilai duniawiyah karena salah/jelek niatnya.
Sebaliknya, sangat mungkin terjadi bahwa nampaknya sebagai amalan duniawi,
tetapi bisa bernilai ukhrawiyah karena niatnya baik dan lurus.
Kecerdasan
spiritual pada hakikatnya adalah kemampuan manusia dalam menemukan hakikat
kemanusiannya. Dalam hal ini hakikat manusia itu dapat ditemukan dalam perjumpaan
dengan Allah (liqaaa Rabbihi).
Perjumpaan ini didasari dengan sikap iman yang teguh dan tulus (tidak musyrik)
dan amal saleh. Hal ini sesuai penegasan dalam Q.S. Al Kahfi: 110 yang artinya
:”Barang siapa mengharap perjumpaan
dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan tidak menyekutukannya
(musyrik) dengan sesuatupun dalam beribadah kepada Allah Swt”.
Kecerdasan
spiritual perlu dipelihara dan ditingkatkan antara lain dengan memperkokoh
iman, ketenangan (muthmainah),
pembersihan diri, beramal saleh, dan penyerahan diri secara total.
Lasa Hs
0 Komentar