Puasa memiliki banyak makna bila dilihat dari berbagai
dimensi. Dari dimensi kesehatan disebutkan bahwa puasa itu menyehatkan. Hal ini
sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Saw “shumu
tashihuu” artinya berpuasalah agar kamu sehat. Dari dimensi sosial, puasa
mengajarkan agar seorang mukmin memiliki jiwa sosial dan memperhatikan orang
lain. Dari segi keimanan, puasa akan menciptakan manusia yang memiliki iman
yang tangguh (la’aallakum tattaqun).
Sedangkan dari segi kejiwaan, puasa bisa menumbuhkkkan jiwa yang memiliki
kecerdasan spiritual.
Kecerdasan spiritual (spiritual quotion) adalah kecerdasan manusia yang bertumpu pada
kekuatan hati nuraninya yang penuh kearifan di luar ego mereka. Kecerdasan ini
digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah SWT. Maka apabila hubungan dengan
Allah (habdlun minallahi) itu baik,
maka hubungan dengan manusia (hablun
minannaas) insya Allah juga akan
baik.
Hati nurani yang dibimbing hidayat Allah inilah yang
akan mampu menerangi diri dan orang lain. Matahati yang jernih akan mampu
melihat fenomena dirinya dan mampu memandang batas-batas salah dan benar.
Semuanya dapat dipandang secara jelas. Maka tidak ada istilah buram dan suram
dengan pandangan ini. Sebab orang memandang sesuatu bisa buram dan suram lantaran
matahatinya sakit. Maka matahati yang sakit tentunya tidak mampu memandang
dengan jelas.
Perbedaan yang halal dan yang harampun sebenarnya
sudah jelas .Dalam hal ini Jalaluddin Rumi seorang ahli sufi Islam pernah
mengatakan bahwa matahati itu memiliki kemampuan 70 kali lebih besar untuk
melihat kebenaran dari pada indera
penglihatan (Agustian, 2001).
Spiritual
konon berasal dari kata spirit (bahasa
Inggirs) yang berarti roh. Roh dapat diartikan sebagai energi kehidupan.
Yakni suatu kekuatan (power) yang membuat manusia bisa hidup, bergerak,
bernafas, dan beraktivitas optimal. Roh ini ditiupkan oleh Allah Swt pada
manusia sebagai nafas kehidupan. Hal ini dapat dipahami bahwa roh inilah yang
membuat manusia bisa hidup dalam arti luas. Kemudian roh ini nanti pada saat
tertentu akan pisah dengan jasmani dan kembali pada Allah (inna lillahi wainna ilaihi raji’un).(Q.S. Al Baqarah: 156). Segala
kecerdasan itu sebenarnya merupakan kesadaran hati yang paling jernih hingga
bertemunya kebenaran sejati dan mampu membimbing manusia menjadi makluk yang
paling sempurna (ahsani taqwim).
Sebaliknya apabila manusia tidak mampu bahkan tidak memiliki kecerdasan spiritual
yang baik, maka bisa-bisa menjadi makhluk yang sangat hina (asfalasafilin).
Untuk memiliki kecerdasan spiritual, maka kita perlu
memahami diri kita sebagai makhluk spiritual yang murni, memiliki kasih sayang
yang tinggi, berjiwa suci, dan memiliki perilaku yang mulia (akhlakul karimah).
Akhlakul karimah akan terbentuk bila orang mampu mengendalikan nafsunya. Memang
berat upaya pengendalian hawa nafsu ini. Maka salah satunya harus dilatih
melalui puasa. Puasa merupakan upaya mensucikan diri dari dosa dan sekaligus
sebagai upaya pengendalian diri.
Dari berbagai macam kegiatan di bulan Ramadhan yang
dilaksanakan seorang beriman, diharapkan nanti lahir manusia utama (khairul
barriyah).Yakni sebaik-baik makhluk yang diciptakan Allah. Yakni mahkluk yang
memiliki kecerdasan spiritual, kecerdasan sosial, kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosional. Kecerdasan spiritual merupakan kemampuan atau
sensitivitas untuk memahami tempat kita dalam kehidupan, merumuskan tujuan,
serta kesadaran kewajibannya sebagai
makhluk untuk beribadah kepada Allah.
Berpuasa akan menumbuhkan empati seseorang pada
penderitaan orang lain. Ketika puasa seseorang dapat merasakan betapa
menderitanya menahan tidak makan tidak minum meskipun hanya satu hari. Dalam
diri orang itu akan tumbuh perasaan dan pemikiran bagaimana penderitaan orang
lain yang tidak makan sama sekali selama beberapa hari. Dengan puasa akan
menumbuhkan dan membangun kesadaran kemanusiaan yang tinggi.
Rasulullah Saw pernah mengingatkan kepada kita bahwa
puasa itu menjadi perisai. Hal ini sebagaimana disabdakan “ashshiyamu junnatun”
artinya puasa itu menjadi perisai (Dari Abu Hurairah, HR Imam Muslim). Perisai
disini artinya bisa menahan seseorang dari mperbuatan negatif. Dalam kesempatan
yang lain, beliaupun mengatakan yang artinya :”Perangilah dirimu sendiri (jihad
an nafs) melalui rasa lapar dan dahaga( puasa) yang pahalanya setara dengan
pahala merekayang berperang di jalan Allah. Tiada sesuatu pun yang lebih utama
dalam pandangan Allah ketimbang menahan rasa lapar dan dahaga selama berpuasa”.
Lasa
Hs.
0 Komentar