Buku sebagai media rekam ilmu pengetahuan berkembang seirama dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Melalui media ini, ilmu pengetahuan terdokumentasikan, menyebar lebih luas, dan memiliki nilai keawetan. Namun demikian, perkembangan perbukuan kita belum signifikan dengan perkembangan pendidikan. Hal ini bisa saja antara lain karena rendahnya tradisi penulisan buku terutama di kalangan akademisi.
Sebenarnya
melalui penulisan buku ini dapat dilakukan kegiatan penyimpanan dan
pengembangan ilmu pengetahuan. Melalui penulisan buku ini, seseorang mampu
mengekspresikan diri, mampu bersaing secara terbuka, memberikan manfaat kepada sesama,
bahkan mampu mengabadikan diri dalam perjalanan hidupnya.
Penulisan
buku dan tradisi penulisan memang masih rendah di kalangan intelektual,
profesional, dan masyarakat pada umumnya. Penulisan memang telah ditradisikan
dalam kehidupan akademik. Namun tradisi ini seolah-olah dianggap beban berat
dan kewajiban tersendiri. Selepas dari ikatan akademik, mereka para peserta
didik itu merasa terbebas dari penjara penulisan. Akhirnya tidak tumbuh
kesadaran untuk mengembangkan ilmu pengetahuan melalui penulisan buku maupun
artikel ilmiah.
Kiranya
terdapat beberapa kemungkinan rendahnya penulisan buku di kalangan intelektual.
Bisa saja hal ini disebabkan kurang percaya diri terhadap hasil pemikiran diri.
Mereka khawatir kalau naskah bukunya itu ditolak penerbit,takut dikritik, takut
bukunya tidak laku, bahkan takut tidak dibayar royaltinya.
Sebenarnya
apa yang ditakutkan itu belum tentu terjadi. Apabila ketakutan ini
berkepanjangan berarti ada ketakutan melangkah. Artinya kalau mereka takut
menulis buku , maka tidak akan pernah menulis buku sampai purna tugas, bahkan
sampai meninggal dunia.
Memang
banyak orang yang kepingin menulis buku lantaran terbayang namanya muncul di
toko buku terkenal misalnya. Namun keinginan ini hanya akan menjadi mimpi di
siang bolong kalau tidak pernah punya kemauan untuk mencoba. Takut mencoba tidak
akan pernah tahu potensi diri. Akhirnya keinginan menulis buku hanyalah
khayalan belaka.
Menulis buku sebenarnya dapat dipelajari asal ada
kemauan dan berani mencoba. Memelajari segudang teori menulis buku memang ada
baiknya. Namuna apabila tidak berani mencoba, maka teori-teori itu hanya
sekedar wacana. Belajar, berlatih, dan berani mencoba merupakan langkah untuk
mencapai kemajuan. Maka orang harusmampu memotivasi diri. Dalam hal ini Albert
Einstein menyatakan:”Learn form
yesterday, hope for tomorrow. The important things is not stop questioning”. (belajaralah
dari hari kemarin, berharap untuk hari esok. Yang penting jangan pernah
berhenti bertanya).
Mencoba dan mencoba,bersemangat, disiplin, telaten,
tekun, dan tak kenal menyerah merupakan kiat-kiat untuk bisa menulis buku.
Barbara Sher seorang penulis ulung menasehatkan :”You can learn new things at any time in your life. If you’re willing to
beginner. If you actually learn to like beginner, the whole wolds open up to
you”. (Anda bisa memelajari sesuatu yang baru kapan saja asalkan berpikir
sebagai pemula. Jika anda benar-bena mau belajar seperti pemula , maka dunia
akan terbuka bagi anda).
Apabila direnungkan secara mendalam, memang menulis
itu merupakan proses berpikir jangka panjang. Dalam jangka waktu tertentu,
kegiatan menulis telah memaksa orang untuk merenung dan memusatkan perhatian
lebih panjang terhadap suatu masalah.
Mungkin malas berpikir inilah merupakan salah satu
kendala penulisan buku. Thomas Alva Eddison menyatakan :”Five percent of the people think hard, ten percent of the people think
they thnk, and other eighty five percent would rather die than think” (hanya
5 % manusia yang mau berpikir keras, 10 % manusia merasa bahwa dirinya sudah
beripikir, dan yang 85 % memilih mati
daripada berpikir).
Nologaten,
4 Maret 2023
Lasa Hs.
0 Komentar