REKAMAN
PEMIKIRAN BUYA HAMKA
Judul : Ensiklopedi Buya
Hamka
Penulis : Tim Penulis
Ensiklopedi Buya Hamka
Penerbit : Suara Muhammadiyah
& Pusat Studi Buya Hamka
UHAMKA, 2019
Tebal : xxiv, 519 hlm
ISBN :
978-602-6268-77-8
Di bulan Ramadhan 1444 H ini, umat Islam dan bangsa Indonesia mendapat
kado istimewa dengan diputarnya film Buya HAMKA secara serentak. Film yang
dibintangi Vino G. Bastian (sebagai Buya Hamka) dan Laudya Cynthia Bella (sebagai Siti Raham) dkk. ini menginspirasi masyarakat tentang
perjuangan ulama kharismatik itu dalam berbagai bidang.
Agar masyarakat memperoleh gambaran dan wawasan lebih tentang Buya
HAMKA, kini dikenalkan ringkasan pemikiran Buya HAMKA yang dirangkum dalam
bentuk Ensiklopedi Buya HAMKA. Entri-entri
dalam ensiklopedi itu ditulis oleh suatu tim yang dibentuk oleh Pusat Studi
Buya HAMKA UHAMKA.
Untuk lebih memantabkan pemahaman akan sepak terjang dan pemikiran
beliau, di akhir tulisan ini disajikan kesaksian dari orang-orang yang
betul-betul berinteraksi dengan Pahlawan Nasional itu semasa masih sugeng. Komentar
beberapa tokoh itu akan memperkuat fakta atas kehidupan beliau yang sangat
menginspirasi itu.
Sebagai bangsa Indonesia dan umat Islam, kita bersyukur, bahwa Buya Hamka lahir di negeri
yang gemah ripah ini, telah memberikan pemikiran, ketauladanan, dan nilai
perjuangan kepada bangsa Indonesia. Bahkan masyarakat di Malaysia, Brunei
Darussalam, India, Jepang, Mesir, Timur Tengah mengakui Buya Hamka sebagai pemikir
besar di zamannya. Seorang penulis R. Rush menyebut Buya HAMKA sebagai sosok paripurna, penulis besar Islam
Modern Indonesia. Hal ini, beliau nyatakan dalam bukunya yang berjudul Hamka’s
Great Story A Master Writer’s Vision of Islam for Modern Indonesia (2016). Demikian
pula dengan Institute of Objective Studies (IOS) New Delhi India, pada tahun
2005 menobatkan Buya HAMKA sebagai salah
satu dari 100 (seratus) tokoh pemimpin dunia Islam abad ke 20.
Ensiklopedi Buya Hamka ini menyajikan rekaman pemikiran beliau yang telah
dituangkan dalam bentuk tulisan (terutama dalam bentuk buku) dalam berbagai
bidang. Dengan membaca entri-entri dalam ensiklopedi ini, kita terbawa dalam
alam pemikiran beliau di berbagai bidang. Kedalaman keilmuan beliau yang
ditunjukkan dalam berbagai bentuk karya seperti novel, artikel, buku, makalah
merupakan lautan yang semakin dalam diselami, semakin nampak mutiara pemikiran
beliau. Dalam hal ini Prof. Dr. Haedar Nashir, M.Si menyatakan dalam kata
pengantarnya” Buya Hamka sungguh ibarat
buku atau ensiklopedi yang lengkap dan tiada habis untuk terus dibuka, dikaji,
dan disebarluaskan. Karenanya patut disambut dengan hangat terbitnya buku
Ensiklopedi Buya HAMKA ini. Karya ini tergolong ringkas, mendalam, dan
memercikkan kejernihan ruhani dan kecermelangan pikir dari sosok Buya HAMKA”.
Buya HAMKA sebagai ulama kharismatik, budayawan, pejuang, pemikir besar
itu meninggalkan rekaman pemikiran dalam bentuk artikel, ceramah yang direkam,
buku, novel, makalah, maupun tafsir. Rekaman pemikiran ini diharpakan
menginspirasi pembaca dan merupakan warisan mutiara bagi generasi mendatang.
Disinilah betapa pentingnya para ilmuwan dan para tokoh berbagai bidang untuk
menuliskan ilmu pengetahuan dan pengalaman mereka. Tulisan merupakan
pengabadian diri dan ilmu pengetahuan.
Di Bawah Lindungan Ka’bah
Novel religi ini mengisahkan Hamid dan Zainab. Novel ini merupakan
novel yang sarat makna. Novel yang pernah difilmkan itu, semakin dibaca,
semakin menitikkan air mata, trenyuh membaca kehidupan dua insan yang saling
mencintai meskipun ada perbedaan status sosial. Cinta yang mendalam diantara
keduanya, ternyata tidak sampai ke jenjang rumah tangga. Zainab dipanggil ke haribaan Ilahi Rabbi lebih
dulu. Sebelum meninggal, Zainab berkirim surat pada Hamid yang sedang melaksanakan ibadah haji. Nampaknya Zainab
sudah merasa saat – saat terakhir kehidupannya, dan tidak akan ketemu lagi dengan orang yang
dicintainya. Zainab menulis surat “Hanya kepada surat Abang itu, surat yang
hanya sekali dinda terima selama hidup, adinda tumpahkan air mata, karena hanya
menumpahkan air mata itulah kepandaian yang paling penghabisan bagi seorang
perempuan. Tetapi surat itu bisu, meskipun ia telah lapuk dalam lipatan dan
telah layu karena kerap dibaca, rahasia itu tidak juga dapat dibukanya”. Akhirnya,
Zainab menutup surat itu dengan ungkapan “sekarang
abang, badan adinda sakit-sakit, ajal entah belaku pagi hari, entah besok sore,
gerak Allah siapa tahu. Besarlah pengharapan bertemu…… dan jika abang terlambat
pulang, agaknya bekas tanah penggalian, bekas air penalakin dan jejak mejan
yang dua, hanya yang akan abang dapati. Adikmu yang tulus. ZAINAB”.
Kewafatan Zainab disampaikan Rosna (isteri Saleh). Saleh adalah teman
Hamid dan Rosna adalah sahabat karib Zainab. Berita kewafatan orang yang
dicintainya itu, membuat Hamid semakin menurun kesehatannya. Ketika Hamid akan melaksanakan
thawaf yang ditandu oleh orang-orang Badui, Hamid sempat bertanya kepaa Saleh “O, jadi Zainab telah dahulu dari kita?. Ketika
mengelilingi Ka’bah untuk thawaf dan sampai hitungan ke tujuh, Hamid memberikan
isyarat kepada orang Badui yang menandunya agar berhenti di antara pintu Ka’bah
dan Hajar Aswad, yakni di Multazam.
Pelan-pelan, Hamid mendekat ke kiswah Ka’bah dan meraih kiswah lalu
memegangnya era-erat sambil menitikkan air mata dan berdo’a”Ya Rabbi, Ya Tuhanku, Yang Maha Pengasih dan
Penyayang. Bahwasanya di bawah indungan Ka’bah, rumah Engkau yang suci dan terpilih
ini, saya menadahkan tangan memohon karunia. Kepada siapakah aku pergi memohon
ampun, kalau bukan kepada Engkau, Ya Tuhan! Tidak ada seutas talipun tempat aku
bergantung lain dari pada tali Engkau, tidak ada satu pintu yang akan saya
ketuk, lain dari pada pintu Engkau. Berilah kelapangan jalan buat saya, hendak
pulang ke hadirat Engkau, saya hendak menuruti orang-orang yang dahulu dari
saya, orang-orang yang bertali hidupnya sengan saya. Ya Rabbi. Engkaulah Yang
Maha Kuasa, kepada Engkaulah kami sekalian akan kembali …..
Setelah
itu, secara pelan-pelan, bibir Hamid hanya berkomat-kamit dan tak terdengar
lagi suaranya. Pada saatnya, Hamid menghadap Allh Pencipta, Maha Pengasih dan
Penyayang. Di wajahnya terbayang cahaya yang cerah jernih kedamaian, cahaya
ridha Illahi Rabbi. Di bibirnya tersungging senyuman lepas dari beban berat
dunia, dengan ridha Allah di bawah Lingdungan Ka’bah.
Tafsir Al Azhar
Tafsir ini disusun berdasarkan pertimbangan bahwa: 1) tumbuhnya
semangat anak muda Tanah Air untuk memahami dan mendalami Islam; 2) Beberapa
da’i atau mubaligh yang mengetahui bahasa Arab tetapi kurang mengetahui
pengetahuan umum. Maka tafsir ini tetap menghubungkan dalil naqal dan akal dan
mengkombinasikan dirayah dan riwayah.
Tafsir yang
kini terbit 9 jilid edisi luks itu, semula merupakan materi yang disampaikan
Buya HAMKA pada pengajian sehabis shubuh di Masjid Agung Al Azhar Jakarta.
Pengajian ini dimulai sejak tahun 1958.
Pelajaran tafsir ini disiarkan ke seluruh Indonesia. Materi ini kemudian dimuat
secara rutin di majalah Gema Isam sejak
Januari 1962 sampai Januari 1964. Materi tafsir yang sempat dimuat baru satu
setengah juz yakni juz 18 sampai juz 19.
Tafsir Al Azhar yang fenomenal
ini diselesaikan Buya Hamka ketika mulai ditahan tanggal 12 Ramadhan 1383 H/27
Januari 1964. Beliau menulis tafsir ini dari rumah tahanan satu ke rumah
tahanan lain. Sejak dari tahanan di Sukabumi, di Puncak, Mess Brimob di Mega
Mendung, di Rumah Sakit Persahabatan Rawamangun. Tafsir ini ditulis di siang hari.
Pada malam hari, Buya HAMKA mengisi waktunya dengan beribadah kepada Allah,
membaca Al Quran sampai khatam 100 kali, membaca buku-buku tasawuf, tafsir,
tauhid, hadits, filsafat agama, dan sejarah perjuangan Islam. Tafsir itu
diselelesaikannya pada tahun 1966.
Kesaksian
Mereka
1. “Maka benarlah penglihatan A.R. Sutan Mansur
bahwa HAMKA adalah orang besar yang bertahun-tahun ditempa penderitaan yang
membuatnya menjadi manusia tahan banting dan halus perasaan. Penderitaan yang
dialaminya justru menjadi tangga emas baginya untuk terus berkarya dan beramal
“mencari jalan pulang”. Maka tidaklah mengherankan berjibun rakyat dari segala
golongan dan lapisan manangisi kepergian HAMKA, sebab yang pergi itu mewakili
hati nurai mereka”
(Prof. Dr. Buya Syafii Maarif, Allahu Yarham, guru bangsa,
ulama, ahli sejarah, tokoh pendidikan, pernah menjadi Ketua Umum PP
Muhammadiyah)
2. “Beliau pernah dituduh melakukan tindakan
subversive. Saat itu Soekarno mengeluarkan Perpres Nomor 11 tentang
Undang-Undang Anti Subversif. Berdasarkan undang-undang itu beliau ditangkap,
tetapi tidak pernah diadili. Kebetulan waktu itu bulan puasa, dan ketika Hari
Raya beliau diasingkan ke Sukabumi. Ketika kami melihat beliau di Sukabumi,
beliau berkata:”Ayah ini ditangkap berdasarkan Undang-Undang Anti Subversif”
Setelah itu banyak sekali penangkapan-penangkapan atas tuduhan subcersif,
terutama terhadap orang-orang yang dituduh anti Soekarno. Alhamdulillah,
sebagaimana kita ketahui Buya HAMKA mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari
Universitas AlAzharMesir. Judul pidato saat pemberian gelar itu adalah Pengaruh
Muhammad Abduh di Indonesia. Dalam pidatonya itu beliau menyampaikan bahwa ada
pengaruh Muhammad Abduh dalam Muhammadiyah”.
(Rusdy Hamka ,putra Buya HAMKA, jurnalis, pernah memimpin
Mercu Suar milik Muhammadiyah )
3. “Sebelumnya, sekitar dua tahun lamanya,
dimaki-maki, dimarahi, dan diburuk-burukkan namanya oleh PKI melalui LEKRA
(Lembaga Kebudayaan Rakyat miliki PKI) dalam rubrik “Lentera” harian Bintang
Timur. Memang itu satu teknik PKI untuk memburuk-burukkan; bukan hanya HAMKA,
tetapi juga Sutan TakdirAlisyahbana/STA, Asrul Sani, Misbahu Tarigan, dan
lain-lain. Tidak cukup sampai disana, beliau difitnah dan akhirnya masuk
tahanan. Apa fitnahnya?. Fitnahnya adalah pada suatu waktu tokoh Masyumi menikahkan
anaknya. Pada saat itu Masyumi suah dibubarkan dan tentu saja dalam kondisi
depresi yang luar biasa. Dalam acara walimah tersebut di pojok ruang pengunjung
berdiri sesudah makan dan minum. Beberapa orang Masyumi, termasuk Buya HAMKA
saling berbincang sambil berdiri, kemudian muncul fitnah jika mereka ingin
berkomplot. Buya HAMKA ditangkap dan ditahan dengan tuduhan ingin membunuh
Presiden Soekarno dan Menteri Agama Sayfuddin Zuhri. Ini sungguh-sungguh fitnah
yang tak masuk akal waras. Akirnya, beliau ditahan selama 2 tahun 4 bulan.
Namun dari kejadian itu ternyata ada hikmah. Pada saat dipenjara itulah, beliau berkesempatan mengumpulkan
pangajian-pangajian tafsirnya yang sering beliau ajarkan di masjid Al Azhar dan
tempat lain. Tafsir itu kemudian dituliskan juz demi juz hingga lengkap 30 juz
sebagaimana kita saksikan sekarang ini dengan judul Tafsir Alquran Al Azhar”.
(Taufiq Ismail ( dokter hewan, Budayawan, Sastrawan Senior)
4. “Selain itu, HAMKA pernah mengalami masa pahit
seperti ketika memberikan pengajian ibu-ibu pada bulan Ramadhan, beliau
ditangkap atas perintah Soekarno. Namun demikian, HAMKA tidak menyimpan dendam
sama sekali kepada Presiden Soekarno, bahkan saat Soekarno wafat, Buya
memaafkannya dan menyolatkan Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia itu.
Ketika memimpin shalat jenazah, ada seseorang bertanya mengapa HAMKA mau memimpin
shalat jenazah orang yang telah menzaliminya, maka dengan arif beliau berkata “Karena Bung Karbo adalah
sahabat saya”. Selain
itu, beliau tetap menjalin silaturrahmi dengan keluarga Bung Karno”>
(Prof.Dr.H. Suyatno, M.Pd, Allahu Yarham, mantan Rektor
UHAMKA)
5. “Saya mengenal Buya HAMKA sekitar tahun 1960an.
Pada waktu itu, saya aktivis Himpunan Mahasiswa Islam/HMI, dan buya HAMKA
seorang penggerak Islam. Partai Komunis Indonesia/PKI menuntut pembubaran HMI
karena dianggap underbouw Partai Masyumi dan Buya HAMKA merupakan tokoh
Masyumi. Masjid Agung Al Azhar menjadi saksi bagaimana situasi politik yang
sangat ruwet pada waktu itu.Anak-anak
HMI dan Buya HAMKA hampir setiap hari bertemu di Masjid Agung Al Azhar. Ketika
HMI melakukan demonstrasi menuntut pembubaran PKI pada tahun 1962 diawali
shalat tahajud di Masjid Agung Al Azhar dengan izin Buya HAMKA”
(Soelastomo (tokoh HMI, putra Bung Tomo)
Beliau sebagai ulama kharismatik, beliau juga
sebagai pejuang, pahlawan, budayawan, jurnalis yang meninggalkan rekaman
pemikiran dalam bentuk tulisan. Tulisan beliau itu merupakan warisan pemikiran
yang semoga menginspirasi generasi penerus. Maka dapat dikatakan bahwa
penulisan merupakan upaya pengabadian ilmu dan pemikiran. Maka disinilah
perlunya para tokoh itu memiliki rekaman /tulisan pemikiran dan pengalaman .
“Manusia akan meninggal. Ilmu dan pengalaman
Anda jangan sampai terkubur bersama jasad Anda. Tinggalkan di dunia ini dalam
bentuk tulisan/rekaman. Itu lebih manfaat.”
Nologaten, 16 April 2023
Lasa Hs.
0 Komentar