Pendahuluan
Pustakawan sebagai manusia individu merupakan makhluk Allah yang sempurna. Kesempurnaan manusia itu terwujud dalam bentuk fisik maupun perangkat hidup yang berupa akal, nafsu, dan hati. Akal berfungsi untuk menciptakan kegiatan. Nafsu untuk mendorong pelaksanaan kegiatan. Hati untuk mempertimbangkan dan memutuskan untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan kegiatan.
Disamping itu, pustakawan sebagai makhluk sosial memiliki potensi diri yang perlu digali, dipahami, dan dikembangkan secara optimal. Mereka yang mampu mengenali potensi diri lalu mampu mengembangkannya, maka mereka itulah yang mampu memeroleh keberhasilan berkarir dan bermasyarakat.
Latar Belakang
Perlunya pengembangan potensi diri pustyakawan dengan beberapa pemikiran:
1. Pustakawan sebagai individu memiliki potensi diri yang perlu dikembangkan
Potensi diri merupakan faktor internal yang memengaruhi pemikiran seseorang. Potensi diri ini mencari sesuati yang baru baik yang positif maupun negatif. Kemudian faktor ini akan terintegrasi dengan faktor eksternal sebelumnya dan membentuk paradigma yang fundamental dan kuat. Penggabungan seluruh faktor internal dan eksternal inilah yang akan berperan dalam pengembangan dan perubahan pola pikir seseorang.
2. Terbelenggu oleh rutinitas
Pustakawan terjebak oleh rutinitas, tidak mampu dan tidak mau beranjak untuk berkembang. Mereka beranggapan bahwa dengan tugas-tugas pelayanan dan pengolahan itu sudah melaksanakan tugas profesional. Padahal pekerjaan yang dikerjakan terus menerus itu akan menjemukan, menyiksa, membosankan, dan menghilangkan arti kehidupan. Padahal dalam berbagai penelitian dinyatakan bahwa kebahagiaan hidup itu terletak pada pencapaian prestasi.
Jadi kalau dalam hidup bermasyarakat dan berprofesi itu tidak mampu mencapai prestasi, maka orang itu tidak mampu mencapai memperoleh kebahagiaan yang hakiki.
3. Tidak/kurang gairah/badmood
Kekuranggairahan pustakawan untuk beroprestasi ini ditunjukkan dalam berbagai kegiatan. Misalnya dalam berbagai lomba kepustakawanan (penulisan, pemilihan pustakawan berprestasi, dll.) ternyata sedikit pesertanya. Demikian pula langkanya tulisan (buku, artikel, makalah ilmiah, dll) karena kurangny agairah menulis oleh pustakawan. Padahal penulisan merupakan media pengembangan profesi.
Para pustakawn ahli cukup menyerah pada jabatan pustakawan madya. Mereka kurang bergairah untuk berprestasi menjadi pustakawan utama misalnya. Karena untuk mencapai jabatan putakawan utama diperlukan prestasi pengembangan profesi.
Kurangnya gairah ini mungkin karena hilangnya kesempatan (sebagai pejabat struktural misalnya), persoalan intelektual, kebebasana, dan kurangnya motivasi. Akibat kurang gairah ini akan berakibat kemurungan, menutup dri, menyendiri, dan kehilangan semangat.
Tujuan
Perlunya pustakawan mengembangkan potensi diri dengan tujuan:
1. Mencapai keunggulan kompetitif
Pengembangan diri secara optimal merupakan suatu yang penting dalam kehidupan bermasyarakat dan berkarir. Yakni cara menjalani hidup dan memanfaatkan setiap yang terjadi untuk belajar dan membentuk hidup yang lebih baik lagi.
2. Keluar dari pemikiran yang stagnan
Hidup bermasyarakat dan berkarir harus selalu berubah dan berkembang. Sebab dunia kita sekarang ini mengalami perubahan yang sangat cepat. Keadaan ini akan menimbulkan ketatnya persaingan. Demikian pula dengan kondisi profesi. Profesi di luar profesi pustakawan seperti profesi guru, profesi dokter, profesi hakim, dan lainnya bergerak begitu cepat dan dinamis. Apabila profesi ini berpola pikir stagnan, maka akan ketinggalan.
3. Menumbuhkan kegairahan profesi
Untuk mengembangkan profesi dan potensi diri memang harus memiliki gairah profesi. Yakni kesadaran akan tangung jawab masing-masing untuk mengembangkan profesi secara optimal. Hal ini kecuali untuk mencapai keunggulan diri juga akan ikut mengangkat derajat profesi itu sendiri.
Apabila masing-masing individu profesi pustakawan itu tidak memiliki gairah, maka profesi itupun akan mengalami kemandegan bahkan kemunduran.
Kepustakawanan Dalam Perspektif Islam
Profesi merupakan suatu bidang, kajian, tugas, dan pekerjaan yang memerlukan ilmu pengetahuan/konwledge, keahlian/skill, kemandirian, kesejawatan/corporateness, organisasi, tanggung jawab, dan kode etik.
1. Ilmu Pengetahuan/knowledge
Dengan penguasaan ilmu pengetahuan, seseorang akan lebih maju dalam cara berpikir, bertindak, dan bersikap. Mereka memiliki tanggung jawab besar untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat sesuai bidang maupun profesi masing-masing.
Islam mewajibkan umatnya untuk selalu menuntut ilmu pengetahuan sejak kecil meskipun lokasi ilmu pengetahuan di lain benua. Firman Allah SWT menyatakan :”Allah SWT akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan mereka yang meuntut ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.S. al Mujadilah: 11)
Begitu pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia yang dalam hal ini banyak sekali hadits yang mendorong umat Islam untum menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Dalam suatu hadits dinyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :”Segala sesuatu itu ada jalannya dan jalan ke surga itu adalah ilmu pengetahuan: (H.R. Dailami).
2. Keahlian/skills
Keahlian adalah suatu kemampuan yang diperoleh melalui usaha pendalaman, pengalaman, percobaan, maupun penelitian seseorang dalam suatu bidang terus menerus. Untuk itu keahlian harus dipupuk terus menerus antara lain dengan pendekatan kepada para ahli. Oleh karena itu Rasulullah SAW mengngatkan agar senang bergaul dengan par aulama dan hukama dalam sabdanya: Duduklah bersama kubara’ (ulama besar) bertanyalah kepada para ulama serta bergaullah dengan para hukama”(HR. Thbarani dari
Abu Hanifah).
Seorang profesional harus memiliki keahlian dan aspek produktivitas. Keduanya harus ada pada tingkat yang cukup tinggi untuk dapat dikatakan sebagai profesional. Dengan kata lain, seorang profesional seharusnya juga seorang yang produktif. Maka semakin produktif akan semakin tinggi nilainya. Kemudian untuk menghasilkan produk yang bermutu diperlukan kinerja yang profesional dengan memiliki karakter; 1) bangga pada pekerjaannya; 2) menunjukkan komitmen pribadi pada kualitas; 3) bertanggung jawab atas profesi; 4) tidak menunggu perintah; 4) mengerjakan apa yang perlu dikerjakan secara tuntas
3. Kemandirian
Kemandirian adalah suatu keadaan dimana individu mempunyai perilaku yang terarah pada dirinya sendiri. Campur tangan berupa saran atau bantuan orang lain tidak diperlukan. Semua berusaha dipecahkan sendiri. Kemandirian disini dalam arti mampu mengambil keputusan profesional berdasarkan ilmu pengetahuan, pengalaman, hasil penelitian, dan pertimbangan etika profesi. Dengan kemandirian ini, seorang pustakawan diharapkan menjadi manusia yang produktif.
Kemandirian merupakan sikap dan tindakan yang sangat ditekankan dalam Islam. Rasulullah SAW menegaskan ”Seseorang hendaklah mencari kayu ke hutan lalu dijual (untuk menghidupi diri dan keluarga dll.), hal itu lebih baik daripada minta-minta (menggantungkan pada orang/pihak lain) entah diberi atau tidak”. (Muttafaq ’alaih).
4. Organisasi
Organisasi mutlak diperlukan oleh suatu profesi. Keberadaan organisasi profesi ini bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme anggota, menentukan dan mengatur pelaksanaan kode etik profesi, meningkatkan kualitas dan kesejahteraan anggota (Lasa Hs., 2008:313).
Organisasi ini perlu dimenej dengan baik untuk mencapai tujuan bersama. Begitu pentingnya organisasi dalam pengembangan dan pengaturan kegiatan dalam rangka mencapai tujuan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam Q.S. As-Shaf ”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berjuang/berperang di jalan Allah dengan merapatkan barisan seperti kokohnya bangunan”.
Menguatkan firman Allah tersebut, Ali ibn Abi Thalib menyatakan ”Kebenaran yang tak diorganisir sangat mungkin dapat dikalahkan oleh kebatilan yang diorganisisr”.
Pustakawan sebagai profesional memang didorong untuk mengatur pengembangan profesiya antara lain dengan membentuk organisasi profesi. Organisasi ini berfungsi untuk :
a. menetapkan dan melaksanakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
b. menetapkan dan menegakkan kode etik pustakawan;
c. memberi perlindungan hukum kepada pustakawan; dan
d. menjalin kerja sama dengan asosiasi pustakawan pada tingkat daerah, nasional, dan internasional
Ikatan Pustakawan Indonesia/IPI sebagai salah satu bentuk organisasi profesi kepustakawanan disamping yang lain bertujuan untuk; 1) menghimpun, menampung, dan menyalurkan aspirasi dan kreasi dari mereka yang berprofesi dalam ilmu perpustakaan dan ilmu pengetahuan lainnya yang berkaitan dan atau bekerja dalam bermacam-macam jenis perpustakaan atau badan-badan lain yang ruang lingkupnya berkaitan dengan perpustakaan; 2) mengusahakan mereka yang termasuk dalam pasal 5 ayat 1 Anggaran
Dasar ini pada tempat yang semestinya di dalam masyarakat; 3) meningkatkan, mengembangkan, dan mengamalkan ilmu perpustakaan demi kemajuan pendidikan, ilmu pengetahuan, serta kesejahteraan masyarakat; 4) menempatkan ilmu perpustakaan dan ilmu pengetahuan lainnya yang berkaitan pada tempat yang semestinya di antara ilmu-ilmu pengetahuan.
5. Kesejawatan/corporateness
Kesejawatan profesi pustaakwan diatur dalam Kode Etik Pustakawan Indonesia Bab III (Kewajiban kepada organisasi dan profesi) dan Bab IV (Kewajiban antara sesama pustakawan). Pada bab III disebutkan bahwa tiap pustakawan hendaknya menjadikan Ikatan Pustakawan Indonesia/IPI sebagai forum kerjasama, tempat konsultasi, tempat penggemblengan pribadi, untuk meningkatkan ilmu, dan pengembangan profesi. Pustakawan diharapkan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, dan dana kepada organisasi untuk kepentingan pengembangan ilmu dan perpustakaan di Indonesia. Pustakawan Indonesia harus menjaga nama baik antara lain berperan serta dalam kegiatan di bidang perpustakaan, dan menjauhkan diri dari ucapan, perbuatan, dan perilakku yang merugikan organisasi dan profesi.
6. Tanggung jawab
Pustakawan sebagai tenaga profesonal memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan perpustakaan, ilmu perpustakaan, dan profesi pustakawan (Kode Etik Pustakawan Indonesia Pasal 6 ayat (2). Tanggung jawab ini dipertegas lagi dalam UU No. 43 Tahun 2007 yang dinyatakan bahwa pustakawan itu mempunyai tugs dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan dan harus memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi.
Untuk mengembangkan ilmu perpustakaan dan profesi pustakawan memang diperlukan pustakawan pemikir/think tank librarians. Yakni pustakawan yang mampu menyusun teori dan konsep, mengembangkan ilmu perpustakaan, melakukan penelitian atau pengkajian untuk kemajuan perpustakaan, ilmu perpustakaan, dan profesi pustakawan (Lasa Hs., 2009: 30
0 Komentar